KANALHUKUM.CO. Revisi Undang-Undang (RUU) Polri nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia kini tengah menjadi sorotan. Pasalnya dalam revisi tersebut Polri nantinya akan memiliki super body ketika nantinya revisi UU menjadi Rancangan Undang-Undang.
Ada beberapa pasal yang menjadi sorotan tentang revisi UU Polri ini. Salah satu diantaranya adalah Pasal 14 ayat 1b. Dalam pasal ini disebutkan bahwa Polri memiliki kewenangan mengawasi dan membina teknis kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penyidik lain yang ditetapkan undang-undang.
Menurut ketua LBH – YLBHI, Muhammad Isnur pasal itu sama saja mencampur adukan sejumlah kasus. “Jadi kalau kita membaca definisi ini, maka kemudian dia jadi super body. Bahasa hukumnya mungkin kalau dalam agama jadi majelis syuro gitu, majelis tinggi, penyidik lembaga-lembaga lain. Karena berarti Jaksa Agung sebagai penyidik di undang-undang HAM berat, KPK sebagai penyidik undang-undang korupsi, harus berkoordinasi dibina diawasi oleh penyidik kepolisian,”,” kata Isnur kepada wartawan di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (2/6/2024).
Isnur menambahkan dirinya tidak dapat membayangkan bila nantinya pasal di revisi UU tersebut Polri bisa mengintervensi penyelidikan oleh penyidik KPK atau Kejagung. Hal ini mengingat kedua lembaga itu sama-sama menangani perkara kasus besar juga melibatkan pejabat negara. “Kita bisa membayangkan bagaimana konsekuensi dari penyidik KPK yang harus dibina, diawasi, berkoordinasi kepada penyidik kepolisian. Bagaimana Jaksa Agung dalam hal ini memeriksa Jiwasraya, memeriksa timah, sekarang yang terbaru antam,” ujar Isnur.
Sementara itu Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menilai secara umum draft RUU Polri tidak menjawab masalah yang selama ini ada di institusi kepolisian. Namun menurutnya justru banyak ketentuan dalam RUU tersebut berpotensi menambah masalah. “Berdasarkan draft yang kami terima, RUU Kepolisian memuat sejumlah pasal yang memperluas kewenangan Kepolisian. Selain itu membuka ruang bagi perpanjangan batas usia pensiun bagi anggota Polri,” kata Dimas
Beberapa Permasalahan
Dimas menambahkan proses perumusan dan pembahasan RUU Polri minim partisipasi publik secara bermakna, dan substansinya bermasalah. Menurutnya ada 5 hal yang penting untuk dicermati dalam RUU Polri.
Pertama, memperluas kewenangan Polri untuk juga melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan terhadap ruang siber yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih dan saling bertentangan dengan UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi.
Kedua, RUU Kepolisian juga menambahkan pasal mengenai perluasan kewenangan untuk melakukan penyadapan. Kemudian perluasan kepada bidang Intelijen dan Keamanan (Intelkam) Polri. Perluasan itu memberi kewenangan Polri untuk melakukan penggalangan intelijen, yang dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan Badan Intelijen Negara dan pengaturannya kabur karena absen UU khusus terkait penyadapan.
Ketiga, RUU Kepolisian tidak memperkuat dan menegaskan posisi serta kewenangan lembaga pengawas atau oversight terhadap Polri, seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Keempat, terkait masih diaturnya Pam Swakarsa. Kelima, bertambahnya batas usia pensiun. ( Dari berbagai sumber)