kanalhukum.co. Kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menerapkan identitas kependudukan digital kembali mendapat sorotan. Kali ini datang dari Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus. Menurutnya penerapan tersebut patut mendapatkan apresiasi. Namun hal tersebut harus berbarengan dengan upaya perbaikan kualitas dan jaminan keamanan data. Sorotan ini datang setelah sebelumnya Kemendagri mengajak masyarakat melakukan aktivasi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Digital atau Identitas Kartu Digital (IKD).
Menurut Gaus perbaikan kualitas bertujuan untuk penyempurnaan dan inovasi fungsi terhadap IKD agar menjadi identitas serbaguna. Untuk itu dirinya mendorong dalam penerapan identitas digital ini penting memperhatikan aspek keamanan datanya. Selain itu Kemendagri harus dapat memberikan jaminan bahwa data tidak mudah diretas. “Ancaman serangan digital sejak awal harus bisa melakukan mitigasi supaya tidak merugikan masyarakat yang data-datanya disimpan dalam IKD,” ujarnya.
Kemendagri menyatakan bahwa pihaknya menargetkan tahun 2023 ada 25 persen penduduk atau 50 juta warga melakukan aktivasi Identitas Kartu Digital (IKD).
Gaus mengungkapkan Komisi II DPR sudah melakukan studi banding ke sejumlah negara guna mendukung perbaikan IKD. Salah satunya adalah ke negara Turki, di sana dia menemukan penggunaan identitas kartu penduduk sudah multifungsi. “Bisa digunakan untuk memperbarui semua persoalan, mulai dari KTP, Surat Izin Mengemudi (SIM), kartu perbankan, dan lain sebagainya,” katanya.
Negara Harus Bertanggungjawab
Selain itu Guspardi menilai kebijakan IKD ini sangat baik untuk mencegah terjadi penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu. Hal tersebut berkaca dari banyaknya masyarakat melaporkan identitasnya disalahgunakan. “Itu dari mana? Harusnya negara bertanggung jawab atas kelemahan sistem-sistem itu. Intinya, persoalan harus dibedah dan dimitigasi berbagai risiko dan aspek keamanan. Data masyarakat adalah sesuatu yang mutlak untuk diproteksi dengan tingkat keamanan berlapis,” jelas dia.
Sebelumnya Kemendagri menyatakan bahwa pihaknya menargetkan tahun 2023 ada 25 persen penduduk atau 50 juta warga melakukan aktivasi IKD. Aktivasi tersebut dapat dilakukan melalui aplikasi yang terhubung di ponsel pemiliknya. Adanya aplikasi ini bertujuan untuk meminimalkan penggunaan berkas fisik dalam mengurus layanan publik.
Dalam perencanaan aplikasi tersebut terintegrasi dengan sistem layanan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, layanan bantuan sosial dari pemerintah. Termasuk juga layanan Kartu Indonesia Pintar hingga keperluan check in di bandara dan stasiun kereta api.