kanalhukum.co. Rancangan Undang-Undang (RUU) Koperasi harus segera diundangkan. Hal ini untuk mencegah praktik kejahatan keuangan berkedok koperasi. Selain itu diharapkan RUU tersebut mampu menjamin keamanan koperasi.
Pakar ekonomi Universitas Indonesia Emi Nurmayanti mengatakan RUU Perkoperasian harus segerah disyahkan DPR. Hal itu disebabkan banyak koperasi yang terus melakukan pelanggaran. “Sebenarnya pada praktik koperasi di Indonesia, banyak yang melanggar karena pengawasan masih kurang dan lemah. Bahkan, untuk penindakan juga belum ada aturan yang jelas dan tegas. Dan baru di RUU Perkoperasian yang baru ini sudah mulai dibahas tentang pengawasan, hingga sanksi pidana,” kata Emi
Selain itu menurut Emi, banyak fakta tentang aksi pencucian uang di tubuh koperasi memang. Tidak dapat dipungkiri dalam komunitas koperasi terdapat istilah pengusaha koperasi. Menurutnya, banyak koperasi, khususnya koperasi simpan pinjam (KSP), yang melayani non-anggota. “Bahkan, ada KSP yang memiliki 10 ribu nasabah, tapi hanya 200 orang saja yang menjadi anggota koperasi. Ini salah satu celah untuk praktik pencucian uang,” ucapnya.
RUU Perkoperasian Cegah Kejahatan Keuangan
Sementara itu pakar dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Yeti Lis Purnamadewi berharap adanya RUU Perkoperasian selain maraknya kejahatan keuangan jaga mampu menjamin keamanan KSP. “Koperasi memang menjadi wadah empuk untuk melakukan pencucian uang,” ujar Yeti. Selanjutnya Yeti meminta aturan untuk mendirikan koperasi, bukan dilihat dari jumlah anggota saja. Akan tetapi untuk membentuk koperasi harus tercapai dari skala ekonominya.
Menanggapi RUU Perkoperasian, Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengungkapkan setidaknya ada tiga hal krusial dan positif. “Pertama, adanya jaminan perlindungan bagi anggota dan koperasi dengan hadirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi. Saat ini, ada sekitar 30 juta orang yang tercatat sebagai anggota koperasi yang harus terlindungi simpanannya,” tutur Zabadi. Zabadi menekankan azas keadilan yang juga bisa dirasakan anggota koperasi, seperti halnya nasabah di sektor perbankan, dengan adanya LPS Koperasi.
Kedua, lanjutnya, dengan adanya RUU Perkoperasian yang baru, koperasi bisa bebas bergerak ke seluruh sektor usaha, tidak hanya simpan pinjam. “Jangan ada istilah pembonsaian koperasi, karena koperasi juga merupakan entitas bisnis yang memiliki hak yang sama dengan entitas bisnis lainnya,” kata dia.
Adapun ketiga, RUU Perkoperasian yang baru bakal menghadirkan Otoritas Pengawas Koperasi (OPK). Intinya, dengan semakin majunya dinamika kehidupan di tengah masyarakat, penguatan pengawasan koperasi menjadi sesuatu yang harus dilakukan.