kanalhukum.co. Salah satu usulan yang diajukan Tim Percepatan Reformasi Hukum adalah merevisi Undang-Undang Peradilan Militer. Rekomendasi tersebut disampaikan karena melihat perlu ada proses bagaimana adanya pertanggungjawaban sipil terhadap pelaku militer
“Diskusinya adalah kapan dan seberapa cepat itu harus dilakukan. Tetapi pada intinya kami melihat kalau perlu ada proses gimana ada pertanggungjawaban sipil terhadap pelaku militer dalam tindak pidana yang sifatnya umum. Itu prinsip dasarnya,” kata Anggota Kelompok Kerja 1 Tim Percepatan Reformasi Hukum Rifqi Sjarief Assegaf, di Jakarta, Jumat.
Selain itu rekomendasi untuk jangka menengahnya mengusulkan revisi UU Peradilan Militer masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Dan kemudian akan menjadi undang-undang yang baru pada 2026. Rifqi melanjutkan Timnya juga mengusulkan untuk tindak pidana khusus seperti korupsi, dan tindak pidana umum yang dilakukan miliiter misalnya seperti kekerasan yang serius kewenangannya juga diberikan kepada peradilan umum.
“Namun, perkara lain mungkin masih bisa ke peradilan militer. Itu diskusi yang muncul, karena memang ini bukan masalah yang sederhana. Hali ini karena tesis bahwa di peradilan umum pasti lebih berat belum tentu juga,” kata Rifqi.
Dokumen Revisi Peradilan Militer
Dalam rekomendasinya itu, Kementerian Hukum dan HAM diusulkan menjadi kementerian yang bertanggung jawab atas penyusunan draf revisi UU tersebut. Dalam dokumennya Tim juga mengusulkan peradilan militer hanya mengadili kasus-kasus pidana militer murni, atau pidana umum lain. Namun pidana korupsi, kekerasan, dan tindak pidana lain yang ancaman hukuman maksimalnya penjara di atas 10 tahun adalah melalui peradilan umu.
Rekomendasi-rekomendasi dari Tim Percepatan Reformasi Hukum terutama terkait reformasi lembaga peradilan dan penegakan hukum menyoroti enam persoalan. Diantaranya adalah terkait sumber daya manusia (rekrutmen, pendidikan/pelatihan, mutasi, promosi, evaluasi kinerja, serta gaji dan tunjangan). Selain itu juga pengawasan, kelembagaan termasuk kedudukan, fungsi, dan organisasi, hukum materiil dan formil, budaya hukum dan organisasi, anggaran dan sarana-prasarana pendukung.
Dalam kategori rekomendasi jangka menengah, selain revisi UU Peradilan Militer, Tim Percepatan Reformasi Hukum juga mengusulkan ada revisi UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), revisi UU Mahkamah Agung, revisi Perpres No. 13/2005 dan Perpres No. 14/2005 yang mengatur struktur organisasi pengadilan, dan revisi UU Komisi Yudisial (KY)