KANALHUKUM.CO. Ada usulan dari Anggota Komisi III DPR RI terkait tingginya kasus penyalahgunaan narkoba. Salah satunya adalah penyelesaian melalui Keadilan Restoratif (restorative justice). Seperti diketahui saat ini 60% penghuni lembaga pemasyarakatan adalah mereka yang terkait kasus penyalahgunaan narkotika.
“Kami mengharapkan justru dengan pelaksanaan restorative justice yang saat ini cukup luar biasa khususnya di kejaksaan, kami berharap justru para pengguna narkotika ini bukan dimaksudkan ke dalam penjara tapi bisa dilakukan restorative justice,” jelas Anggota Komisi III DPR RI Adde Rosi Khoerunnisa, di Lampung
Menurutnya tingginya kasus terkait narkoba itu penyelesaiannya tidak dengan pidana penjara, melainkan cukup keadilan restoratif. Hal ini tentunya tidak akan menimbulkan overcrowded di penjara. “Sehingga, narapidana khususnya penjara tidak overcrowded, sehingga Kemenkumham bisa memberikan pelayanan terbaik,” tambahnya.
Adde kemudian menjelaskan misalnya ada pengguna narkotika tersebut hanya coba-coba, maka ketika dalam penjara malah akan bertemu dengan gembong besar bandar. Sehingga, bukannya pidana insaf justru semakin merusak. Penjara bukan menjadi tempat mengurangi kasus kecanduan namun sebaliknya semakin merusak karena memunculkan mafia narkoba yang baru. “Jadi kami berharap restorative justice ini kembali bisa dilakukan kepada pengguna narkoba yang misalnya baru coba-coba saja. Sehingga, narapidana khususnya penjara tidak overcrowded, sehingga Kemenkumham bisa memberikan pelayanan terbaik,” ungkapnya.
Usulan Restorative Justice
Sekedar informasi restorative justice merupakan alternatif penyelesaian perkara dengan mekanisme yang berfokus pada pemidanaan berubah menjadi proses dialog dan mediasi. Proses ini melibatkan semua pihak terkait. Adapun prinsip dasar penyelesaiannya adalah adanya pemulihan pada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.
Pada awal tahun 2023 Jaksa Agung ST Burhanuddin mengeluarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif. Kejagung juga menyebut usai pedoman itu diterapkan, banyak korban penyalahgunaan narkoba atau pengguna narkoba meminta dilakukan restorative justice. Namun jaksa agung meminta jangan bermain-main dalam menerpakannya.
Kejaksaan RI menilai criminal justice system/sistem peradilan pidana terpadu belum mampu membangun penanganan yang efektif, sebab cenderung berjalan sendiri. Hal inilah yang menyebabkan penegakan hukum berakibat biaya penanganan perkara menjadi besar dan berdampak pada tingkat hunian lapas melebihi kapasitas (over capacity). Seperti diketahui saat ini 60% penghuni adalah mereka yang terkait kasus penyalahgunaan narkotika.