kanalhukum.co. Undang-Undang memberi pengakuan terhadap hukum tidak tertulis yang ada dalam masyarakat. Hal ini sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 1/2023 beri pengakuan pada hukum tak tertulis tersebut. Dalam KUHP baru secara eksplisit telah mencantumkan batasan keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP mencantumkan berlakunya pidana pada hukum yang hidup di tengah masyarakat sebagai semangat untuk mengakui hukum tidak tertulis.
Hukum tidak tertulis sendiri adalah hukum yang berlaku serta diyakini oleh masyarakat dan dipatuhi. Akan tetapi, tidak dibentuk menurut prosedur yang formal, tetapi lahir dan tumbuh di kalangan masyarakat tersebut. Hukum tidak tertulis meliputi hukum adat, hukum agama, dan lain-lain.
“Hal ini menunjukkan semangat memberi pengakuan terhadap hukum tidak tertulis atau yang dipersamakan dengan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dengan dimasukkannya hukum yang hidup dalam masyarakat,” ujar Yasonna dalam Seminar Nasional Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin. Menkumham mengatakan hukum yang hidup dalam masyarakat menimbulkan konsekuensi dengan melakukan inventarisasi dan kompilasi hukum adat ke dalam peraturan daerah.
Empat Indikator
Yasonna mengatakan bahwa Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2023 secara eksplisit telah mencantumkan batasan keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu, terdapat empat indikator yang harus dipenuhi.
Pertama, berlaku dalam tempat hukum itu hidup. Kemudian kedua, sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Sedangkan yang ketiga, hak asasi manusia (HAM). Adapun yang keempat adalah asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.
Menurut Yassona keempat indikator tersebut bersifat kumulatif. Artinya keempatnya harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum memberlakukan hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu, keberadaan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP perlu disikapi lebih lanjut dengan menyusun aturan turunannya dalam bentuk peraturan pemerintah tentang tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat. “Peraturan pemerintah ini akan menjadi pedoman dalam penyusunan peraturan daerah yang mengompilasi hukum yang hidup dalam masyarakat,” pungkas dia.