kanalhukum.co. Ditje Budiarsih adalah nama peragawati (model) yang cukup terkenal pada masa orde baru, kecantikannya membuat dia dianggap seperti reinkarnasi Ken Dedes. Wanita Jawa legendaris yang menjadi simbol kecantikan, kenikmatan, dan kekuasaan. Seperti itulah sosok Ditje digambarkan.
Waktu itu Ditje sudah menikah, dan pria yang beruntung memilikinya itu bernama Budi Mulyono. Setelah menikah ia lebih akrab dipanggil dengan nama Ditje Budi Mulyono, sayang dia tidak terlalu lama menikmati semua popularitas dan kesuksesannya.
Lokasi dimana dia ditemukan tewas berada di kebun karet daerah Kalibata, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Pembunuhan ini bisa dibilang dilakukan sembrono menurut ane, karena masih meninggalkan jejak, dan dilakukan tidak terlalu jauh dari kediamannya. Terlebih lagi yang dibunuh adalah peragawati terkenal pada masanya.
Kematian Ditje menjadi berita besar kala itu, sampai akhirnya polisi menetapkan satu orang tersangka dalam kasus ini. Tersangka pembunuhan tersebut adalah seseorang yang biasa dipanggil Pak De Nama aslinya adalah Muhammad Siradjudin, bekas pembantu letnan satu (peltu) di kesatuan TNI.
Menurut cerita polisi, Pak De yang juga dituduh membunuh Endang Sukitri di Depok, menghabisi Ditje karena masalah uang. Menurut polisi, Pak De adalah dukun yang bisa menggandakan uang Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi waktu itu, disebutkan bahwa Ditje menitipkan uang Rp 10 juta kepada Pak De. Uang tersebut sedianya bakal disulap menjadi ratusan juta rupiah, seperti yang dijanjikan pria pensiunan tentara dengan pangkat terakhir pembantu letnan satu itu. Karena uang tersebut sudah habis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pada akhirnya ia tidak bisa menggandakan uang milik Ditje. Maka Pak De nekat menghabisi nyawa Ditje, itu menurut cerita versi polisi.
Karena merasa dirinya tak membunuh Ditje, Pak De membantah semua tuduhan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pak De mengaku semua yang tercantum di BAP, dimana menyebut dia membunuh Ditje tidak benar. Ia terpaksa mengakui itu semua, tak lain karena dirinya tak tahan disiksa.
Terjadi tarik ulur kepentingan antara Polda Metro Jaya dan Polda Jabar, mengenai sosok yang akan dijadikan tersangka pembunuhan di dua TKP berbeda. Namun pada akhirnya dua tuduhan pembunuhan itu malah dialamatakan pada Pak De seorang, harusnya kasus di Depok bisa diselesaikan lebih dulu. Namun faktanya kasus pembunuhan di Depok tak terselesaikan, dan sosok Pak De jadi kambing hitam atas dua kasus pembunuhan sekaligus.
Pengadilan memutus Muhammad Siradjudin bersalah dan memvonisnya hukuman seumur hidup. Dia sempat mengajukan banding, namun usaha bandingnya sia-sia. Dan ia harus rela menjalani masa hukuman di LP Cipinang.