kanalhukum.co. Gurita tindak pidana korupsi nampaknya masih sangat sulit untuk dihilangkan. Kenyataannya tindak pidana korupsi justru banyak terjadi dilembaga negara yang harusnya menjadi pioneer dalam pemberantasan korupsi. Apabila kita bercermin sejak lahirnya Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelanggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, tentu membuat kita bertanya dimana sumbatan dan hambatannya.
Masih tingginya tindak pidana korupsi tentu mengakibatkan adanya kerugian besar bagi negara. Berdasarkan data dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia setidaknya terdapat 144,2 Triliun dan USD 61,9 juta kerugian negara pada periode tahun 2022 lalu, Angka ini tentu merupakan kerugian keuangan negara yang sangat besar. Uang yang dikorupsi itu harusnya dapat digunakan untuk mensubsidi rakyat, membangun infrastruktur dan kesejahteraan bagi warga miskin lainnya sebagaimana mandat dalam Konstitusi UUD 1945 dan Pancasila.
Berbicara mengenai Tindak Pidana Korupsi memang merupakan tindak pidana (Extra Ordinary Crime) atau kejahatan luar biasa yang menyebabkan kerugian negara secara melawan hukum dan telah diatur dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut menyebutkan :
‘’Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 tahun (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)’’.
Unsur Tindak Pidana Dalam Perkara Korupsi
Dimana adanya unsur tindak pidana kerugian keuangan negara secara melawan hukum ini dikategorikan kedalam 4 unsur yaitu setiap orang, secara melawan hukum, memperkara diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Inilah yang menjadi dasar adanya tindak pidana korupsi secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, mengakibatkan kesenjangan sosial serta budaya pamer harta para pejabat publik dimedia sosial.
Selain itu juga penyalahgunaan kewenangan atau jabatan strategis juga menjadi factor utama Tindak Pidana Korupsi karena kewenangan yang dimiliki mengakibatkan penyalahgunaan kewenangan, dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi menyebutkan :
‘’Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)’’.
Perbuatan penyalahgunaan kewenangan inilah memang yang paling banyak diduga terjadi mengakibatkan kerugian keuangan negara sehingga banyak sekali pengawai didalam pemerintahan melakukan perbuatan mark up anggaran untuk mendapatkan keutungan, jual beli proyek dengan tujuan utama adalah memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, fenomena inilah yang pada saat ini terjadi serta viral dimedia sosial, elektronik dan banyak menjadi sorotan tajam serta kritik oleh masyarakat.
R. Andi Wijaya SH
Praktisi Hukum tinggal di Jakarta