KANALHUKUM.CO. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas menyebut bahwa kekayaan intelektual adalah investasi. Ia menepis anggapan bahwa kekayaan Intelektual sebagai ‘beban biaya atau cost’.
Hal tersebut disampaikannya dalam Puncak Festival Kekayaan Intelektual Tahun 2024 yang berlangsung di Bali. “Seperti di Bali ini, sekarang kita tidak hanya dapat menikmati keindahan alam Kintamani, tapi juga sambil menyeduh Kopi Kintamani yang branding-nya telah dilindungi melalui pelindungan KI yang disebut dengan Indikasi Geografis (IG),” ujarnya di Denpasar, Sabtu (07/09).
Menurutnya kekayaan intelektual bisa investasi dan kemudian dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan jika mengelolanya dengan baik. Kemudian dirinya mencontohkan telah Bali yang berhasil mengelola potensi KI dengan baik yaitu kesuksesan Bali menjadi destinasi wisata dunia. Bali memiliki berbagai produk indikasi geografis yang menjadi tumpuan roda perekonomian masyarakat, seperti Kopi Kintamani, Perak Celuk Bali, hingga Garam Amed. “Kita bisa melihat keberhasilan Bali dalam mengelola potensi KI yang dimiliki, mulai dari pengkreasian, pelindungan, sampai dengan pemanfaatan Kekayaan Intelektual,” ucap Supratman.
Perlu Sinergi Eksositem Kekayaan Intelektual
Menkumham menambahkan, dalam mengelola KI yang baik, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. “Sinergi dan kolaborasi pemerintah daerah dengan masyarakat lokal juga diperlukan dalam mewujudkan ekosistem kekayaan intelektual,” tambahnya.
Dalam Festival KI 2024 ini, Kemenkumham menggandeng pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, komunitas, dan media. Mereka mengikuti berbagai kegiatan edukatif dan interaktif terkait KI, seperti talkshow tentang KI, layanan konsultasi, pameran, dan musik. Ada sekitar 5.000 pengunjung menghadiri Festival KI yang diselenggarakan selama dua hari sejak 7 September 2024.
Ada juga penyerahan penghargaan pada acara puncak Festival KI untuk kantor wilayah (kanwil) Kemenkumham terbaik. Kemudian penghargaan kepada pemerintah daerah yang berperan aktif dalam mendorong potensi kekayaan intelektual dan penghargaan sertifikat merek kolektif unbalivable. Selain itu juga penghargaan indikasi geografis (IG) untuk lukisan kamasan, garam teja kula, dan garam gumbrih. Ada juga penyerahan sertifikat merek untuk Lasinga Subekti dan T’kor Tempe LPP Kerobokan.
Sebagai informasi, harga kopi Kintamani yang telah memiliki sertifikat IG di pasaran berkisar Rp 350 ribu per kilogram, bandingkan dengan harga kopi yang tidak memiliki sertifikat IG yang berada di kisaran Rp 70 ribu per kilogram. Begitu pula dengan produk IG lainnya yang ada di Indonesia. Nilai produk dari suatu barang yang memiliki sertifikat IG menjadi berkali-kali lipat dibandingkan dengan produk serupa yang belum memiliki sertifikat IG. Hal Ini menjadi bukti, bahwa KI merupakan investasi.