kanalhukum.co. Pemerintah dituntut untuk memperkuat buruh kategori rentan. Hal ini dapat dilakukan dengan penguatan instrumen kebijakan yang inklusif dan protektif.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi). Organisasi buruh Nahdlatul Ulama ini juga menuntut mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Adapun tuntutan lainnya adalah selain meratifikasi beberapa konvensi Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (ILO).
Presiden DPP K-Sarbumusi Irham Ali Saifuddin mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan meratifikasi beberapa konvensi Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (ILO).
“(Kebijakan yang inklusif itu) seperti pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, ratifikasi Konvensi ILO Nomor 189 tentang Pekerja Rumah Tangga, ratifikasi konvensi ILO Nomor 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan, serta perluasan jaminan sosial universal bagi buruh rentan,” kata Presiden Irham.
RUU PPRT
Mengutip laman NU Online, Ahad (30/4/2023) buruh rentan tersebut adalah buruh migran, pekerja rumah tangga, buruh informal, dan anak buah kapal (ABK). Kemuduian tentang perlindungan terhadap buruh rentan ini perlu dilakukan melalui penguatan instrumen kebijakan yang inklusif dan protektif. Oleh karenanya, RUU PPRT segera menjadi undang-undang.
Sebagai informasi, Konvensi ILO merupakan perjanjian yang terdiri dari delegasi pemerintah, pekerja dan pengusaha dari 183 negara anggota ILO. Dalam salah satu isinya, Konvensi ILO Nomor 189 menyebut perlindungan khusus kepada pekerja rumah tangga. Konvensi ini menetapkan hak-hak serta prinsip-prinsip mendasar, dan mengharuskan negara mengambil serangkaian langkah. Tujuannya menjadikan kerja layak sebagai sebuah realitas bagi pekerja rumah tangga.
Sementara itu dalam Konvensi ILO Nomor 188 merupakan sebuah instrumen internasional yang memuat dan mengatur bentuk-bentuk perlindungan terhadap awak kapal perikanan. Di dalamnya mengatur mekanisme untuk memastikan memperlakukan awak kapal secara layak atau belum. Namun pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO tersebut. Untuk itu harus menjadi sebuah kebijakan yang dapat memperkuat perlindungan terhadap buruh rentan, seperti pekerja rumah tangga dan anak buah kapal.