kanalhukum.co. Pembahasan Rencana Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset hingga kini belum ada tanda-tandanya. Padahal pemerintah telah melayangkan Surat Presiden (Supres) pada tanggal 4 Mei lalu. Hingga kini pimpinan DPR belum juga membacakan Surat Presiden untuk usulan pembahasan RUU tersebut. Komisi III DPR berencana akan membahas RUU itu seusai masa reses pada bulan Juli.
Menurut Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni hal tersebut karena ketersediaan waktu yang terbatas untuk membahas RUU tersebut. Apalagi Juli mendatang DPR sudah memasuki masa reses. Sahroni menambahkan bahwa masa sidang Komisi III DPR saat ini hanya untuk membahas Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKAKL).
Politisi Nasdem ini menjanjikan akan membahas RUU Perampasan Aset setelah masa reses. Selain itu Surpres RUU juga akan dibacakan setelah masa reses DPR. “Waktunya pendek. Sekarang, waktu masa sidang untuk RKAKL. Jadi kami fokus di situ dulu, mungkin setelahnya nanti pembahasan RUU Perampasan Aset,” ujar Sahroni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6/2023)
Sahroni mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada kendala dalam membahas RUU Perampasan Aset. Namun ia mengingatkan ada sembilan partai yang akan terlibat dan memiliki cara padang sendiri-sendiri. “Tetapi kita upayakan yang tercepat,” katanya dikutip dari laman kompas.id
Mendesak Untuk Disahkan
Sekedar informasi sudah hampir dua dekade RUU Perampasan Aset Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset mangkrak dan tidak masuk pembahasan. Pada tahun 2023 ini RUU tersebut baru masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Namun sampai hari ini belum ada kejelasannya. tetapi sampai detik ini tetap saja jalan di tempat. Pada Mei 2023, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana memasuki babak baru di parlemen.
Padahal dalam survei yang dilakukan Populi Center menyebut mayoritas masyarakat menanggap RUU Perampasan Aset tersebut untuk segera disahkan. Sementara itu dalam survei Litbang Kompas pada 4-6 April 2023 menyebut mayoritas publik ingin RUU Perampasan Aset segera dituntaskan.
Hal ini menunjukkan bahwa persoalan perampasan aset pada pelaku perampok uang negara menjadi kegelisahan di berbagai lapisan masyarakat. Sebanyak 82,2 persen responden menyebut RUU Perampasan Aset mendesak untuk dibahas dan diundangkan. Sedangkan bahkan 35,5 persen responden menganggapnya sangat mendesak.