kanalhukum.co. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Negara didesak untuk segera disahkan. Hal ini terkait dengan kasus pejabat yang memiliki kekayaan yang melimpah dan menjadi sorotan akhir-akhir ini.
Pernyataan tersebut dikemukakan oleh peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman. Menurutnya hingga saat ini secara konsep tindak pidana korupsi, illicit enrichment atau peningkatan kekayaan secara tidak sah sampai saat ini bukan merupakan pelanggaran hukum. Adapun yang masuk dalam kategori Hal pelanggaran hukum antara lain korupsi, suap, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Tapi illicit enrichment itu bukan tindak pidana atau pelanggaran hukum. Jadi kalau ada penyelenggara negara harta jumbo, rekeningnya gendut ya itu bukan suatu pelanggaran hukum,” kata Zaenur seperti dikutip dari laman SuaraJogja.id
“Kecuali aparat penegak hukum mempunyai alat bukti yang bisa menunjukkan bahwa penyelenggara negara tersebut melakukan korupsi atau pencucian uang. Nah untuk mencari alat buktinya itu kan tidak mudah,” tambahnya.
Tapi illicit enrichment itu bukan tindak pidana atau pelanggaran hukum. Jadi kalau ada penyelenggara negara harta jumbo, rekeningnya gendut ya itu bukan suatu pelanggaran hukum
Untuk itu wajib hukumnya untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Jika RUU tersebut disahkan maka illicit enrichment dan unexplained wealth atau penambahan harta secara tidak wajar dan tidak dapat dijelaskan asal-usulnya itu harus dibuktikan oleh penyelenggara negara.
“Kekayaan itu harus dibuktikan bahwa diperoleh atau berasal dari perolehan yang sah. Kalau gagal itu kemudian harta tersebut akan disita oleh negara,” ujarnya.
Selain itu RUU Perampasan Aset dinilai akan sangat efektif untuk merampas aset penyelenggara negara yang tidak jelas asal usulnya. Sehingga KPK atau penegak hukum tidak harus mencari alat bukti terlebih dulu bahwa seorang penyelenggara negara itu menerima suap atau tidak. “Cukup memberi kesempatan pada penyelenggara negara untuk membukti bahwa harta tersebut berasal dari perolehan yang sah. Gagal membuktikan disita untuk negara,” tambahnya.
Sementara itu Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil berharap pemerintah segera melakukan pembahasan terkait RUU Perampasan Aset bersama DPR. Dirinya menganggap bahwa RUU Perampasan Aset tersebut merupakan produk hukum yang sangat strategis.
Nasir juga menilai bahwa pengesahan RUU Perampasan Aset nantinya sangat mungkin berdampak pada pengembalian aset negara atas kasus korupsi. Dirinya menyampaikan perihal kompleksnya pengembalian aset atas kasus korupsi. Menurutnya, korupsi merupakan kejahatan yang tersembunyi, sehingga sebagian besar aset-asetnya juga tersembunyi dan sulit dilacak.
“Saya berharap agar pemerintah bisa segera membahasnya bersama DPR agar kemudian ada titik terang seperti apa sebenarnya arah dari rancangan undang-undang ini. Jangan sampai ada kebingungan di tengah publik terkait dengan nasib rancangan undang-undang pasal aset itu,” ujar Nasir