ANALHUKUM.CO. Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akhirnya menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Kementerian Negara untuk segera dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI. Ketua Baleg DPR RI, Wihadi Wiyanto, revisi terhadap UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sangat diperlukan, mengingat sistem pemerintahan Indonesia yang bersifat presidensial.
Hal tersebut terungkap dalam rapat kerja bersama Menkopolhukam, Menpan RB, Menkumham dan Kemenkue di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9). Pada kesempatan tersebut Wihadi menyampaikan pihaknya telah menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah terkait RUU tersebut. RUU Kementerian Negara sendiri merupakan usulan inisiatif dari DPR RI.
“RUU ini bisa masuk tahap pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna terdekat untuk disetujui menjadi undang-undang. Apakah dapat disetujui?” ungkap Wihadi. Dalam rapat tersebut terungkap ada DIM yang telah diterima berjumlah 30 DIM, terdiri dari 23 DIM tetap, 4 DIM perubahan substansi, dan 3 DIM perubahan redaksional. “Kami menawarkan agar DIM yang bersifat tetap bisa langsung disetujui dalam rapat kerja ini, sementara DIM lainnya akan dibahas oleh panitia kerja. Setuju ya?” ujarnya
Sementara itu Wakil Ketua Baleg DPR RI, Willy Aditya, menegaskan bahwa revisi terhadap UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sangat diperlukan, mengingat sistem pemerintahan Indonesia yang bersifat presidensial.
Menurutnya, Presiden memerlukan dukungan dari para menteri untuk menjalankan pemerintahan secara efektif. Namun, jumlah menteri yang saat ini dibatasi hingga 34 orang, menurutnya, perlu disesuaikan. “Kabinet yang akan dibentuk Presiden di periode mendatang harus relevan dengan tantangan global, terutama dalam upaya mewujudkan visi Indonesia Maju,” tutur Willy.
Beberapa Perubahaan
Dalam RUU tersebut, perubahan-perubahan muatan dalam pasal sudah diputuskan dalam rapat panitia kerja (panja) yang digelar pada Senin petang. Perubahan dalam RUU tersebut, di antaranya terdapat penyisipan pasal yakni Pasal 6A soal pembentukan kementerian tersendiri, kemudian disisipkan juga Pasal 9A soal presiden yang dapat mengubah unsur organisasi sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan.
Selanjutnya salah satu poin penting dalam RUU itu adalah perubahan Pasal 15. Dengan perubahan pasal itu, presiden kini bisa menentukan jumlah kementerian sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan negara, tidak dibatasi hanya 34 kementerian seperti ketentuan dalam undang-undang yang belum diubah.
RUU itu juga mengubah ketentuan-ketentuan dalam Bab VI dan Pasal 25 mengenai hubungan fungsional kementerian dan lembaga. Ketentuan yang ditambahkan dalam bab dan pasal itu adalah soal lembaga nonstruktural.