kanalhukum.co. Revisi RUU Perlindungan Konsumen yang sedang berjalan di DPR sudah mulai dibahas oleh DPR. Salah satu tujuan dari revisi RUU tersebut untuk melindungi konsumen dari pelaku usaha.
Hal tersebut dikatakan oleh anggota Komisi VI DPR RI Intan Fauzi. “Rancangan undang-undang perlindungan konsumen ini melindungi Konsumen terhadap pelaku usaha. Jadi bagaimana mereka kemudian jangan sampai harus pembuktian terbalik dan sebagainya,” ujar Intan usai bertemu dengan para akademisi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Selasa (4/4/).
Menurut Intan dalam rangka pembahasan untuk DIM Rancangan undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999 perlu direvisi. Hal ini terkait dengan berbagai perubahan jaman seperti adanya e-commerce dan sebagainya. Sehingga nanti Undang-Undang Perlindungan Konsumen benar yang disetujui benar-benar mampu melindungi konsumen.
“Dan tentu tidak semua sanksi itu adalah berujung pidana karena memang ada yang memang dilakukan secara perdata dan ada yang memang bisa dikenakan sanksi pidana.“
“Dalam segala hal tadi antara lain kita bahas bagaimana keberadaan BPKN, kemudian lembaga lainnya misalnya sengketa konsumen dan sebagainya juga Bagaimana isi dari setiap pasal yang ada Di RUU,” tambah Intan.
Intan kemudian mengungkapkan salah satu klausul bahwa usulan dari para akademisi di FH UI yaitu antara barang dan jasa perlu dipisahkan. Selain itu juga dibicarakan sampai dengan konsumen akhir, jadi bukan konsumen antara. “Kenapa? Karena tentunya kalau cacat itu ada di barang, berbeda kalau misalnya jasa tentu itu bicaranya malpraktek dan seterusnya,” ujar Intan.
Seperti diketahui para akademisi FH UI berharap DPR sebagai lembaga negara yang membuat, melakukan pembahasan sampai dengan mengesahkan undang-undang bersama pemerintah, perlu adanya perbedaan antara sanksi administratif, sanksi perdata dan sanksi pidana. “Dan tentu tidak semua sanksi itu adalah berujung pidana karena memang ada yang memang dilakukan secara perdata dan ada yang memang bisa dikenakan sanksi pidana,” ujar Intan.