KANALHUKUM.CO. Pemerintah harus mengkaji ulang mekanisme program dan pembiayaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Hal ini karena ada mekanisme yang dianggap memberatkan masyarakat selain jumlah iurannya.
“Ini harus dibicarakan ulang. Harus disediakan pada porsi yang tepat sehingga betul-betul masyarakat bisa (mendapatkan) rumahnya, tapi pada sisi lain tidak diberatkan dengan program Pemerintah yang sesungguhnya ini punya tujuan yang baik,” ujar anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron.
Berbicara dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “Menelisik Untung Rugi Tapera”, Khoiron menyebut pihaknya akan menampung, mendengar dan menginventarisasi usulan masyarakat terkait Tapera ini. “Langkah terbaik adalah Pemerintah meninjau ulang dan kemudian meriviu mana yang diberatkan. Kemudian mana yang harus memberikan rasa keadilan, mana pula yang tentu ini harus menjadi mandatoris. Dan ya sebaik-baiknya program Pemerintah memberikan perhatian terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah, ya tentu semestinya berbasiskan APBN, sebaik-baiknya,” tegas Herman Khaeron.
Masih Memberatkan
Selain itu, lanjut Khoeron jangan lagi ada kasus fraud yang terjadi sebelumnya kembali terulang. Hal itu sebagaimana yang kasus Jiwasraya lalu yang menggunakan dana pensiun Asabri dan Taspen. “Nah oleh karenanya juga harus dicarikan bagaimana pengumpulan dana publik juga ini harus bisa dilakukan secara transparan, akuntabel, dan prudens,” tandas Herman Khaeron.
Kemudian Khaeron juga mengimbau Pemerintah mempertimbangkan lokasi perumahan Tapera tersebut. “(Harus pertimbangkan) cost juga, dia (pegawai) yang dekat dengan tempat kerjanya. Ini banyak hal yang harus kita bicarakan dulu. Kemudian diskusikan dulu supaya betul-betul kebijakan publik itu ketika diketok. Maka ketika diberlakukan tentu juga mendapat respon secara positif oleh seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin menyebutkan bahwa kebijakan Tapera)dapat mengubur mimpi kaum buruh dan pekerja mempunyai rumah. Sebab, katanya. pengeluaran buruh dan pekerja yang besar dan tidak sebanding dengan kenaikan upah tahunan akan semakin bertambah berat dengan iuran program Tapera.
Perhitungan Yang Tidak Jelas
Irham juga menjelaskan bahwa dalam PP No. 21 tahun 2024 ini juga belum mengatur penghitungan nominal yang akan didapatkan buruh. Ia menilai PP Tapera yang baru ini tidak menjelaskan entitlements atau hak yang akan didapatkan oleh buruh. Selain itu penghitungan yang ada di peraturan pemerintah ini juga tidak jelas dasar penghitungannya. Sehingga, secara nominal tidak dijelaskan secara rinci rumah seperti apa yang akan didapatkan pekerja nantinya
Program Tapera ini diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, yang diterbitkan pada 20 Mei 2024 silam. Di dalamnya mewajibkan pekerja untuk menjadi peserta Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Konsekuensinya, pekerja dengan gaji di atas UMR akan dipungut iuran sebanyak 3% dari gaji. Tapera ini kemudian menuai reaksi keras dari publik oleh karena jumlah iuran dan mekanisme yang dianggap memberatkan. Maka banyak yang menilai pemerintah harus mengkaji ulang tata cara program Tapera ini.