kanalhukum.co. Maraknya kasus hukum yang terkait dengan warga negara asing atau WNA, mengundang banyak pihak. Salah satunya adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam rapat kerja dengan DPR, Kapolri diminta untuk membuat sistem baru terkait penanganan WNA ini.
Hal tersebut diminta oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir. Ia berharap agar Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo agar membuat sistem dalam penanganan warga negara asing (WNA). “Kami berharap jajaran Polri juga punya sistem dalam penanganan karena ini kan gampang-gampang susah menanganinya,” ungkap Adies di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Adies menyebutkan bahwa harus ada terobosan baru. Nantinya sistem tersebut selain memberikan pelayanan juga pembelajaran terhadap warga asing agar tidak melakukan tindakan melanggar hukum. “Jadi, mungkin ini juga bisa dicarikan satu terobosan. Hal ini penting agar bisa memberikan pelayanan dan juga pembelajaran terhadap warga asing yang melakukan semena-mena. Utamanya saat melakukan kunjungan wisata khususnya apabila masyarakat lokal menjalankan ibadah adat yang sangat sakral,” jelasnya.
Sistem baru tersebut penting karena akhir-akhir ini banyak kasus terkait dengan warga asing. Kabar terbaru adalah penyerangan yang dilakukan oleh WNA asal Uzbekistan yang menyerang petugas imigrasi di Jakarta. Mereka menyerang petugas dan menyebabkan tiga orang terluka.
“Kami berharap jajaran Polri juga punya sistem dalam penanganan karena ini kan gampang-gampang susah menanganinya.”
Disamping itu beberapa waktu lalu Kepolisian Daerah (Polda) Bali mencatat sebanyak 190 warga negara asing (WNA) terlibat kasus pelanggaran lalu lintas (lantas) dan pidana di Pulau Dewata. Jumlah tersebut berdasarkan catatan dalam sepekan terakhir.
Selain kasus diatas ada juga kasus yang dibuat oleh wisatawan asal Prancis. Ia dideportasi atau dipulangkan ke negara asal usai melakukan onar karena mengenakan sandal saat memasuki masjid karena protes suara bising warga yang mengaji atau sedang tadarusan. Turis asing berinisial ER itu dideportasi dari Mataram, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).