kanalhukum.co. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan memunculkan berbagai kontroversi. Salah satunya pada bagian Pengamanan Zat Adiktif (tembakau dan rokok). Menurut Gerakan Petani Nusantara (GPN) dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bagian tersebut sangat merugikan dunia pertembakauan dan petani tembakau di Indonesia.
“Kami menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan Bagian Pengamanan Zat Adiktif (tembakau dan rokok) ini didasari adanya draft pasal-pasal tersebut yang merugikan petani tembakau dan pekerja di sektor pertembakauan,” ungkap Direktur P3M Sarmidi Husna.dalam Dialog Interaktif “Telaah RPP Pelaksanaan UU Kesehatan Pasal Pengamanan Zat Adiktif (Tembakau): Petani Tembakau Menolak!” di Magelang, Jawa Tengah Kamis (16/11).
Sarmidi menyebut ada beberapa alasan mengapa menolak RPP terebut. Pertama adalah masalah aturan pelarangan menjual rokok secara terbuka. Padahal, lanjut Sarmidi, rokok merupakan produk legal bukan produk ilegal seperti narkotika/psikotropika atau minuman keras. “ Kedua, larangan iklan dan sporsorship terhadap kegiatan sosial keagamaan. Ketiga, terdapat rekomendasi untuk dilakukan alih tanam tebakau ke komoditas lain. Hal ini dialami oleh petani tembakau seperti daerah Temanggung, Magelang, Jember, Madura, dan lain-lainnya. Tanah mereka mempunyai spesifikasi sendiri yang tidak cocok untuk tanaman lain, Katanya.
Keempat, terdapat rekomendasi penurunan standar tar dalam rokok. “ Nah kalau ini terjadi maka akan terjadi larangan larangan membeli tembakau lokal, karena tembakau lokal itu tarnya cukup tinggi, sehingga nanti akan terjadi impor tembakau untuk memenuhi kebutuhan produksi industri rokok, dan masalah-masalah lainnya,” tambahnya.
Mengawal Petani Tembakau
Sementara itu Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah Nurtianto Wisnubroto menyebut saat ini para petani tembakau tengah dihantui aturan yang tengah digodok yaitu RPP Kesehatan pasal tembakau. Dalam aturan tersebut, nantinya satu bungkus rokok minimal berisi 20 batang.
“Oleh Pemerintah, rokok dianggap masih terlalu murah, apalagi perbandingannya dengan Singapura yang harganya kalau dirupiahkan menjadi sekitar Rp140 ribu. Dengan aturan baru nanti, harga rokok menjadi sekitar Rp45 ribu. Tapi pemerintah lupa, UMR di Singapura itu Rp50 juta, sementara di Indonesia rata-rata hanya Rp2,7 juta. Jauh sekali perbandingannya,” tutur Wisnu
Sedangkan Anggota Komisi IV DPR RI Panggah Susanto mengatakan dirinya siap mengawal RPP Kesehatan pasal tembakau ini. Menurutnya, jika RPP ini disahkan dampaknya akan dirasakan lebih dari 6 juta orang yang bekerja di sektor pertembakauan. “Banyak sekali pihak yang terkait masalah tembakau ini. Ada 2 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 6 ribu karyawan industri tembakau, 2 juta pelaku ritel dan distribusi,” ungkapnya.
.
Pendapat senada juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) Andreas Hua. Menurutnya, RPP Kesehatan yang menyangkut zat adiktif akan membuat harga rokok semakin tinggi. Hal ini, tentu berdampak pada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Yang paling terasa dampaknya adalah di industri rokok. Kalau rokok tidak laku, para pekerja akan terkena PHK. Karena itu, FSP RTMM dengan tegas menolak RPP Kesehatan pasal tembakau ini,” pungkasnya
Dialog yang diselenggarakan oleh Gerakan Petani Nusantara (GPN) dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menyebut pemerintah perlu mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial yang dapat terjadi akibat larangan dan restriksi yang tercantum dalam draft RPP. Hal ini dikarenakan tembakau, selain sebagai produk legal, dianggap memiliki peran strategis dalam mendukung perekonomian nasional.
Draft RPP Kesehatan yang di dalamnya mengatur tentang tembakau dan rokok tersebut, saat ini sudah berada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI dan sedang dilakukan harmonisasi.
Acara dialog ini berlangsung Hotel Borobudur Indah, Magelang,mulai Rabu (15/11). Acara ini dihadiri oleh dihadiri oleh para petani tembakau dan sejumlah pemangku kepentingan seperti KH. Ubaidillah Shodaqoh, Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah. Kemudian Dr. Alpius sarumaha, S.H., M.Si, Direktur Harmonisasi Peraturan Perundangan (HPP) Ditjen Peraturan Perundangan Kemenkumham RI hingga Wisnu Brata, Wakil Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI).