kanalhukum.co. Cuitan Denny Indrayana tentang informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilihan umum (pemilu) berujung pelaporan pada polisi. Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia akan mentaati proses hukum asal tidak untuk membungkam kebebasan berbicara dan berpendapat
“Saya akan menghadapi proses hukum yang sedang berjalan, dengan catatan proses itu tidak untuk untuk pembungkaman atas hak asasi kebebebasan berbicara dan berpendapat,” kata Denny dalam keterangan tertulis, Minggu (4/6/2023).
Ia menambahkan apabila proses hukum ini bertujuan membungkam kebebasan berpendapat, dirinya dengan tegas akan melawan. “Jika prosesnya bergeser menjadi kriminalisasi kepada sikap kritis, maka saya akan menggunakan hak hukum saya untuk melakukan pembelaan melawan kezaliman dan melawan penyalahgunaan hukum,” katanya.
Menurutnya sikapnya yang mengungkap dugaan putusan MK tersebut adalah bentuk pengawasan terhadap MK. Sebab putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga tidak ada upaya koreksi yang bisa dilakukan setelah MK ketika membacakan putusannya.
Padahal, menurut Denny putusan sistem pemilu tersebut adalah isu yang krusial dan dampaknya bakal pada kadar suara rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen. “Karena sangat krusialnya putusan MK tersebut, dan tidak mungkin lagi ada koreksi setelah adanya pembacaan putusan, maka pengawalan publik hanya mungkin dilakukan sebelum dibacakan,” kata Denny.
Ujaran Kebencian dan Berita Bohong
Seperti diketahui seorang berinisial AWW melaporkan pemilik akun Twitter @dennyindrayana dan pemilik akun Instagram @dennyindrayana99 ke polisi. Pelapor menuduh dua akun tersebut melakukan ujaran kebencian, berita bohong dan penghinaan terhadap penguasa, serta pembocoran rahasia negara melalui unggahannya. Adapun unggahan yang dimaksud oleh pelapor adalah postingan Denny mengenai putusan MK terkait gugatan sistem proporsional tertutup di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Senin, 29 Mei 2023.
Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. lahir pada 11 Desember 1972. Ia kesohor sebagai seorang aktivis dan akademisi Indonesia. Salah satu jabatan penting yang pernah diembannya adalah Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2014).
Adapun beberapa jabatan dalam kariernya adalah Staf Khusus Presiden Bidang Hukum (2008-2009), dan Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN (2009-2011). Denny juga pernah menjadi Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (2010-2018). Selain itu pernah menjadi profesor tamu di Melbourne University Law School, Australia (2016-2019). Dia juga merupakan salah satu pendiri Indonesian Court Monitoring dan Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.