kanalhukum.co. Pengakuan Presiden atas 12 peristiwa pelanggaran HAM berat mendapatkan apresiasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Adanya pengakuan tersebut menjadi bukti komitmen pemerintah dalam pemulihan hak korban dan lain sebagainya.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan persnya. “Menyikapi pernyataan tersebut, Komnas HAM menyambut baik sikap Presiden atas adanya pengakuan terhadap 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM,” ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut Komnas HAM, lanjut Atnike, pengakuan tersebut memperlihatkan komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban dalam pemulihan hak korban serta pemberian kompensasi restitusi, dan rehabilitasi, sebagaimana diatur dalam sejumlah aturan, seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM; Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat; serta Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu.
Selain itu Komnas HAM mendukung adanya jaminan ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM berat dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif. Pihak Komnas HAM juga meminta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD untuk memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung terkait tugas dan kewenangan dalam menjalankan penyelidikan dan penyidikan guna menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM berat melalui mekanisme yudisial.
“Kami pun berpandangan hak korban atas pemulihan juga berlaku bagi korban peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah disidangkan melalui Pengadilan HAM, namun hingga saat ini belum mendapatkan haknya atas pemulihan, yaitu peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Timor-Timor 1999, peristiwa Abepura 2000, dan peristiwa Paniai 2014,” ujar Atnike.
Berikutnya, Komnas HAM meminta berbagai institusi, di antaranya TNI, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta pemerintah daerah untuk turut mendukung kebijakan pemerintah terkait tindak lanjut atas laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM).
Selanjutnya, membuka ruang bagi korban untuk mengajukan status sebagai korban pelanggaran HAM berat kepada Komnas HAM “Kami juga meminta Menkopolhukam untuk merumuskan langkah konkret tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM. Lalu, demi pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM berat, Komnas HAM mendukung dan mendorong tindak lanjut dari laporan Tim PPHAM sebagaimana komitmen yang telah disampaikan oleh Presiden,” ucap Atnike.
Sebelumnya Presiden Jokowi mengaku bersimpati dan berempati terhadap korban dan keluarga korban yang ditinggalkan dan pemerintah akan berupaya memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. “Saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” ujar Jokowi.
Berikut daftar lengkap 12 pelanggaran HAM berat versi pemerintah:
- Peristiwa 1965-1966
- Peristiwa Penembakan misterius pada 1982-1985
- Peristiwa Talangsari di Lampung pada 1989
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1989
- Peristiwa Penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
- Peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999
- Peristiwa Pembunuhan dukun santet pada 1998-1999
- Peristiwa Simpang KKA di Aceh pada 1999
- Peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002
- Peristiwa Wamena Papua pada 2003
- Peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada 2003