kanalhukum.co. Masalah lingkungan penegakan hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) di Indonesia perlu terus dikuatkan. Hal ini penting dilakukan untuk membuat efek jera bagi pelakunya sebab pelanggaran hukum LHK adalah sebuah kejahatan hukum yang luar biasa atau extraordinary crime. Dampaknya sangat buruk bagi masyarakat dan pendapatan negara.
Hal itu dikatakan oleh Dirjen Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani. Menurutnya pelaku pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan dilakukan rapi, melibatkan orang kuat dan dilakukan lintas Negara. Sehingga perlu kolaborasi dengan semua institusi hukum . “Kami berkolaborasi dengan baik dengan kepolisian, KPK, dan institusi penegakan hukum lainnya,” kata Rasio.
Rasio menambahkan berkat kolaborasi ini pihaknya bisa melakukan tindakan penegakan hukum yang kuat. Di antaranya 1.884 operasi penegakan hukum, pemberian 2.484 sanksi administsrasi untuk pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan, mengajukan 1.296 gugatan pidana, 31 gugatan perdata, serta 230 penyelesaian di luar pengadilan.
Hasilnya, selain kawasan hutan yang lebih terproteksi, penegakan hukum juga berhasil memenangkan gugatan perdata senilai USD1,32 miliar. Dari jumlah iti 10,8 juta untuk penyelesaian di luar pengadilan, dan USD8,5 juta untuk pemberian sanksi administratif. Hasilnya laju deforestasi Indonesia berhasil diturunkan menjadi sebesar 113,5 ribu hektare pada tahun 2020-2021. Angka ini jauh di bawah catatan di masa lalu yang pernah di atas 3 juta hektare. Selain itu, hotspot kebakaran hutan dan lahan juga berhasil diturunkan dan dijaga tetap rendah.
Sementara itu Ketua Komisi IV DPR RI Sudin saat sesi diskusi panel di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP27 UNFCCC di Sharm El Sheikh, Mesir mengatakan, DPR sesuai dengan kewenangannya berkomitmen untuk mencegah kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan yang berulang.
“Upaya mencegah kejahatan berulang ini penting dalam pengurangan emisi karbon seperti yang sudah ditargetkan dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contribution),” kata Sudin dalam keterangan tertulisnya.
Ia berpendapat bahwa DPR bersama pemerintah telah membuat sejumlah peraturan perundang-undangan yang kuat. Misalnya UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan. DPR kata Sudin, juga melakukan fungsi penganggaran dan mendorong pemerintah menyediakan anggaran yang memadai untuk mengelola dan melindungi hutan dari kerusakan.
Selai itu Sudin mengatakan bahwa anggaran untuk perlindungan hutan konservasi perlu ditingkatkan. Pasalnya anggaran yang tersedia masih sangat minim untuk mengelola kawasan hutan konservasi yang luasnya mencapai sekitar 24 juta hektare.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, KPK siap memberikan dukungan penegakan hukum dari aspek korupsi. Kerusakan lingkungan hidup dan kehutanan yang diakibatkan oleh korupsi jauh lebih besar dibandingkan oleh pelaku-pelaku yang beraksi di lapangan. “Pendekatan KPK bukan pelaku di lapangan, tapi pemberi suap dan penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan,” katanya. Ghufron menyebut pelaku korupsi lingkungan hidup dan kehutanan yang dikejar KPK bukan hanya di level direktur tapi juga hingga pada penerima manfaat (beneficial ownership) seperti sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018.