kanalhukum.co. Pemerintah didesak untuk membuat aturan turunan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Nomor 12 Tahun 2022. Hal ini penting dilakukan untuk melindung perempuan dan anak dari kekerasan seksual yang terjadi lingkungan sekolah maupun tempat pendidikan.
Usulan tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi VIII DPR RI MF Nurhuda Y. Ia meminta pemerintah mengimpletasikannya secara nyata. “Pemerintah seharusnya segera mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan memberikan perlindungan serta pemulihan terhadap anak-anak korban kekerasan seksual. Termasuk membuat regulasi turunannya untuk melindungi perempuan dan anak korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan,” papar Nurhuda dalam keterangan persnya, Selasa (10/1/2023).
Kasus kekerasan seksual yang dilaporkan merupakan puncak gunung es. Sebab, kata Nurhuda, umumnya kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan cenderung tidak diadukan
Menurut Nurhuda desakan aturan turunan ini penting karena masih terjadinya pencabulan yang dilakukan oknum guru. Salah satunya yang terjadi di di Batang. “Ini kejadian yang berulang, sebelumnya ada oknum Guru juga yang melakukan kejahatan seksual di Batang. Sekarang terjadi lagi, ini harus ditindak tegas,” tandasnya.
Adanya peristiwa melakukan pencabulan terhadap 13 siswi sekolah menengah pertama (SMP) Batang, Jawa Tengah tersebut menjadikan pertanyaan bagi Nurhuda. “Kenapa orang tidak jera juga?, lalu fungsinya UU TPKS apa?,” sesalnya.
Menurutnya, berbagai kasus kekerasan seksual yang dilaporkan merupakan puncak gunung es. Sebab, kata Nurhuda, umumnya kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan cenderung tidak diadukan. “Ada relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban, sehingga korban cenderung diam atau tidak berani melaporkan kasusnya. Bisa jadi, si anak malu atau takut jika bercerita atau melapor maka gurunya mengancam tidak memberi nilai di rapor,” tuturnya.
Ia pun menekankan potensi trauma yang berkepanjangan bagi para korban kekerasan seksual. Bahkan tak sedikit korban yang justru menerima stigma buruk dari masyarakat. Karena itu, ia mendorong pemerintah memberikan perlindungan dan pemulihan kepada korban. “Negara harus memastikan ketersediaan layanan konseling dan psikologis bagi korban, anggaran untuk jasa konselor termasuk rehabilitasi sosial bagi korban,” lanjutnya.
Nurhuda menilai kasus pencabukan yang terjadi di lingkungan pendidikan merupakan potret fenomena pendidikan yang butuh perhatian khusus. Ia pun sangat menyayangkan tingginya angka kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan. “Kondisi dunia pendidikan kita juga patut menjadi keprihatinan dan perhatian serius,” kata dia.