kanalhukum.co. Pemerintah secara resmi mulai membahas Rancangan Undang-Undang Perkoperasian (RUU Perkoperasian). Diharapkan hal ini menjadi momentum untuk membangkitkan minat masyarakat terhadap koperasi.
Hal tersebut dikatakan oleh Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim .”UU 25 Tahun 1992 dinilai sudah tidak sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan koperasi di era digital,” kata Arif.
RUU Perkoperasian diharapkan dapat mulai dibahas Komisi VI DPR RI pada masa sidang Triwulan Kedua 2023. Sehingga, pada 2023 ini segera terbit UU Perkoperasian yang baru sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. “Ini menjadi momentum membangkitkan minat masyarakat untuk berkoperasi,” ucap Arif.
UU 25 Tahun 1992 dinilai sudah tidak sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan koperasi di era digital
Menurut Arif pemerintah bersama DPR RI periode 2014-2019 telah membahas RUU Perkoperasian yang disusun sebagai tindak lanjut putusan MK, namun RUU tersebut tidak berlanjut ke sidang paripurna, sehingga masuk dalam kategori Daftar Kumulatif Terbuka. “Dengan status kumulatif terbuka, maka pembahasannya di Komisi VI DPR-RI dapat dilakukan di luar program legislasi nasional,” jelasnya.
RUU Perkoperasian dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 2 Tahun 2023 yang beranggotakan wakil dari lintas kementerian/lembaga, seperti Kemenko Perekonomian, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kemendagri, Kementerian Investasi/BKPM, OJK, Kejaksaan Agung, dan lain-lain.
Diharapkan RUU Perkoperasian mulai dibahas Komisi VI DPR RI pada masa sidang triwulan II 2023, sehingga pada 2023 segera terbit UU Perkoperasian yang baru sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang diberlakukan kembali setelah UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan dan dinyatakan tidak konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui judicial review. Untuk itu KemenkopUKM menginisiasi penyusunan RUU Perkoperasian yang melibatkan peran aktif gerakan koperasi dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Sementara itu Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menyampaikan berbagai isu strategis pun telah dipetakan yang mencakup ketentuan permodalan, tata kelola koperasi, perluasan lapangan usaha, ketentuan kepailitan koperasi, dan sanksi pidana.
“Yang paling krusial adalah penguatan ekosistem perkoperasian, melalui pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS Koperasi), otoritas pengawasan simpan pinjam koperasi, serta komite penyehatan koperasi”, kata dia.
Pihaknya telah menyerap aspirasi dari sejumlah daerah seperti Surakarta, Surabaya, Malang, Medan, Pontianak, Padang, Denpasar, Makassar, Yogyakarta, dan Jawa Barat, yang melibatkan gerakan koperasi, aparatur dinas koperasi, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya.
“Semuanya dilaksanakan dalam rangka pemenuhan meaningful participation (partisipasi yang bermakna), yang menjadi tolok ukur suatu produk hukum telah disusun secara formil dengan peran aktif masyarakat,” ucap Zabadi.