kanalhukum.co. Pembahasan RUU Perampasan Aset hendaknya berdasar pada perdebatan hukum, bukan perdebatan politis. Hal ini penting dilakukan, karena narasi yang dibangun DPR seolah menolak. Namun yang terjadi naskah RUU tersebut masih ada di pemerintah dan baru beberapa hari ini diserahkan ke DPR.
Menurut Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari perdebatan hukum yang terjadi malah dipolitisasi kembali. “Saya khawatir perdebatan hukum yang terjadi malah dipolitisasi kembali seolah-olah perdebatan yang nantinya terjadi karena ada penolakan. Padahal, semata hal tersebut adalah perdebatan hukum untuk memastikan UU tetap sesuai dengan prinsip-prinsip hukum,” tutur Taufik dalam keterangan tertulisnya.
Taufik Basari mengaku belum mengetahui substansi dari naskah RUU Perampasan Aset yang baru dikirim pemerintah. Menurut Taufik, selama ini yang menjadi diskursus terkait isu hukum perampasan aset adalah pada pengaturan mekanisme hukum perampasan asetnya.
Menurut Taufik yang akan jadi perdebatan hukum adalah penerapan non-conviction based asset forfeiture (NCB-AF). Adapun NCB – AF sendiri adalah perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau tidak. Taufik menegaskan, perdebatan itu bukan berarti penolakan terhadap NCB-AF mendukung kejahatan korupsi dan tidak mendukung pemberantasan korupsi. Namun, hal itu terkait persoalan prinsip hukum dan hak asasi manusia. Dalam hal inijaminan terhadap proses hukum yang sesuai prinsip peradilan yang jujur dan adil, serta asas praduga tak bersalah.
Potensi Melanggar Prinsip Hukum
“Apabila diterapkan, maka selain berpotensi melanggar prinsip-prinsip hukum ini juga jika tidak hati-hati dapat membuka kesempatan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum ataupun dengan alasan politis,” tutur Taufik.
Untuk mengatasi hal itu, kata Taufik, RUU Perampasan Aset harus secara ketat mengatur dan memastikan agar jaminan terhadap proses hukum dan peradilan yang jujur dan adil menjadi dasarnya. Selain itu, harus diatur pula mekanisme pengujian (challenge) atas tindakan perampasan aset yang sewenang-wenang atau jika terdapat kesalahan untuk melindungi orang yang tidak bersalah.
Komisi III DPR berharap agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana berfokus pada perdebatan hukum, bukan perdebatan politis. Pembahasan RUU tersebut dinilai perlu hati-hati agar tidak melanggar proses hukum yang adil, peradilan yang jujur dan adil, dan asas praduga tidak bersalah.