KANALHUKUM.CO. Revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia memunculkan kekhawatiran masyarakat. Salah satunya adalah akan kembalinya dwi fungsi TNI. Namun Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko menyebut masyarakat tidak khawatir dengan revisi UU TNI tersebut karena TNI sudah melakukan reformasi internal, baik dari segi struktur, doktrin hingga kultur atau budaya.
“Saya selalu mengatakan masyarakat jangan terlalu kuatir. Bahwa TNI akan kembali (dwi fungsi), enggak, karena di dalam reformasi internal TNI, ada tiga. Satu struktur, struktur yang berkaitan dengan dwifungsi itu tidak ada,” kata Moeldoko saat memberikan keterangan pers di Gedung Bina Graha, Senin.
Menurutnya reformasi kultural yang telah dilakukan TNI terus berjalan membuat tidak mudah melakukan perombakan dan kembali seperti dwifungsi ABRI sebelum masa reformasi. Moeldoko menambahkan selain dari segi struktural, doktrin yang tercantum dalam Undang-Undang TNI menegaskan bahwa tidak ada dwifungsi dalam TNI.
“Masalah kultur ini kan enggak begitu saja mudah dirombak. Apa diubah. Ini perlu waktu. Nah konsistensi TNI untuk menuju ke sana tidak pernah bergeser. Jadi tolong enggak usah terlalu berlebihan untuk khawatir,” ungkapnya.
Moeldoko mengatakan prajurit TNI berkomitmen untuk bekerja secara profesional. Jika sebelumnya masyarakat yang menginginkan TNI bersikap profesional, sekarang justru prajurit TNI yang menginginkan sikap profesionalisme itu dengan dilengkapi kebutuhan alutsisa, hingga kesejahteraan anggota. “Sekarang justru TNI yang menginginkan, jadikan kami prajurit yang profesional. Syaratnya apa? Supaya kebutuhan alutsistanya dilengkapi, kesejahteraannya juga diperbaiki. Itu. Jadi menurut saya tidak perlu berlebihan mensikapi itu,” katanya.
Ditolak Koalisi Masyarakat Sipil
Revisi UU TNI/ Polri memang mendapatkan sejumlah penolakan. Bahkan Presiden Joko Widodo diharapkan tidak mengeluarkan surat presiden sehingga revisi kedua UU itu tidak bisa dilanjutkan ke tahap pembahasan bersama DPR dan pemerintah. Bahkan 23 organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menolak keras rencana tersebut.
Mereka menilai substansi dari kedua RUU itu dinilai menyimpang dari desain negara hukum dan demokrasi yang dicita-citakan pascareformasi.Koalisi masyarakat sipil menemukan pasal-pasal yang membahayakan bagi bangsa Indonesia ke depan mulai dari sisi keamanan, hubungan antarkelembagaan, perlindungan hak asasi manusia (HAM), hingga ruang demokrasi.
DPR sendiri telah menyetujui RUU perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi RUU insiatif DPR pada 28 Mei 2024. Kini, kepastian mengenai kelanjutan pembahasan kedua RUU tersebut berada di tangan pemerintah. Presiden memiliki waktu 60 hari untuk mengirimkan surat presiden (surpres) jika sepakat membahas kedua RUU tersebut bersama DPR.
Adapun RUU TNI yang telah sampai pada proses penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) itu merupakan RUU yang menjadi inisiatif DPR. Salah satu poin dalam DIM dalam RUU TNI tersebut adanya perluasan jabatan sipil yang bisa diduduki perwira aktif TNI, sehingga berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI