KANALHUKUM.CO. Meski mendapatkan kecaman, Rapat Paripurna digelar DPR RI hari ini terkait RUU Pilkada. Ada agenda tunggal dalam rapat yaitu pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada. Acara akan berlangsung pada pukul 09.30 WIB di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta
Dalam undangan tertulis tidak agenda lain selain pembahasan RUU Pilkada yang akan diparipurnakan. Disebutkan pula dalam undangan tertanggal Rabu (22/8) itu, pemberitahuan Rapat Paripurna dengan agenda pengambilan keputusan terhadap RUU Pilkada itu digelar berdasarkan perubahan kedua jadwal acara rapat DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 yang diputuskan dalam rapat konsultasi pengganti rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI tanggal 20 Agustus 2024.
“Acara: Pembicaraan Tingkat II /Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang” melansir laman antaranews.com.
Sulit Dipahami
Sementara itu menanggapi langkah dan keputusan DPR, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengaku sulit memahami langkah tersebut. “DPR sebagai pilar legislatif hendaknya menghormati setinggi-tingginya lembaga yudikatif, termasuk Mahkamah Konstitusi,” ujar Mu’ti.
Baginya, DPR sebagai lembaga negara yang merepresentasikan kehendak rakyat. Semestinya menghayati dasar-dasar bernegara yang mengedepankan kebenaran, kebaikan, dan kepentingan negara dan rakyat, dibanding dengan kepentingan politik kekuasaan semata. “Karenanya DPR tidak semestinya berseberangan, berbeda, dan menyalahi keputusan MK dalam masalah persyaratan calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan kepala daerah dengan melakukan pembahasan RUU Pilkada 2024,” tambahnya.
Mu’ti berpendapat langkah DPR itu selain dapat menimbulkan masalah disharmoni dalam hubungan sistem ketatanegaraan, juga akan menjadi benih permasalahan serius dalam Pilkada 2024. “Selain itu akan menimbulkan reaksi publik yang dapat mengakibatkan suasana tidak kondusif dalam kehidupan kebangsaan,” kata dia.
Untuk itu mendorong DPR dan Pemerintah untuk sensitif dan tidak menganggap sederhana terhadap arus massa, akademisi, dan mahasiswa yang turun ke jalan menyampaikan aspirasi penegakan hukum dan perundang-undangan. “Perlu sikap arif dan bijaksana agar arus massa tidak menimbulkan masalah kebangsaan dan kenegaraan yang semakin meluas,” kata dia.