kanalhukum.co. Rancangan Undang-Undang (RUU) No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta akan ke tingkat selanjutnya. Meski ada kontroversi keputusan tersebut diambil setelah sembilan fraksi yang telah menyampaikan pandangannya. Delapan fraksi menyetujui dan satu fraksi menolak
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menyebut delapan fraksi menyetujui dengan catatan. Dan hanya satu menolak. Kedelapan fraksi tersebut adalah Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai NasDem, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi PPP, dan Fraksi PKB. Sedangkan Frkasi yang menolal adalah Fraksi PKS.
Menurut Anggota Baleg DPR RI Masinton Pasaribu RUU ini dapat menjadi penuntun arah pengembangan dan kebijakan pembangunan Jakarta dalam lingkup ekonomi, sosial, keuangan serta kebijakan lain paska pemindahan Ibu Kota Negara. Namun ia mengingatkan agar RUU ini jangan sampai menghilangkan unsur kesejarahan Jakarta. Menurutnya Jakarta merupakan salah satu daerah yang menggambarkan pergerakan hingga membentuk Bangsa Indonesia dari penindasan kolonial. Selain itu fraksinya mengapresiasi adanya pengaturan tentang kebudayaan Betawi.
Hal senada juga disampaikan Anggota Baleg DPR RI Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra. Ia mengusulkan adanya Dana Abadi Kebudayaan paling sedikit 2,5% dari APBD Jakarta. Menurutnya hal ini adalah bagian dari upaya memberikan perhatian lebih besar terhadap perkembangan budaya lokal. “Pengaturan tersebut termasuk kebijakan mandatory di bidang pendanaan sehingga perlu disebutkan presentase tertentu dari total APBD Jakarta. Kami mengusulkan pada Pasal 31 Dana Abadi Kebudayaan paling sedikit 2,5% dari APBD Jakarta,” jelasnya di Jakarta.
Kontroversi Pasal 10
Terkait dengan pasal 10 yang menimbulkan kontroversi yaitu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Heri berpandangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta perlu ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Namun, lanjut Heri tetap memperhatikan usul atau pendapat DPRD Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
“Hal tersebut salah satunya dalam rangka untuk mengakomodasi usulan Badan Musyawarah Suku Betawi 1982 yang beberapa waktu lalu melakukan RDPU di Baleg, dan merupakan bentuk implementasi dari partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 96 UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” tambahnya
Lain halnya dengan Anggota Baleg DPR RI Hermanto dari Fraksi PKS. Ia menyebut beberapa poin catatan yang atas penolakan fraksinya. Fraksi PKS menilai pembahasan RUU DKJ terburu-buru dan masih terdapat substansi yang perlu dibahas. Salah satunya adalah pengelolaan keuangan daerah dan wewenang khusus pemerintahan Provinsi Jakarta.
“Jadi ada beberapa hal yang menjadi poin penolakan yaitu waktu pembahasan yang minim, partisipasi publik tidak cukup, faktor aset negara yang perlu diperjelas statusnya dan nilai historis Jakarta yang harus dijaga,” sebut dia.
Sementara terkait dengan usulan tentang pemilu Gubernur-Wakil Gubernur dan Bupati/Walikota-Wakil perlu dipertahankan sebagai bentuk demokrasi yang konsisten, fraksinya menilai hal itu sama dengan tidak memberikan ruang hak demokrasi kepada masyarakat.
“Gubernur ditunjuk Presiden, sementara DPRD-nya dipilih, ini sebuah aroma demokrasi yang anomali. Kita sudah maju demokrasinya, kalau ada kebijakan penujukkan artinya kembali ke masa lalu. Ini tidak memberikan ruang hak demokrasi kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya, karena secara hierarki gubernur dan wakil gubernur yang ditunjuk bertanggung jawab ke Presiden,” jelasnya.