kanalhukum.co. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi diperiksa KPK terkait kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Pemeriksaan tersebut untuk mendalami pengetahuannya terkait mekanisme internal di Kemenhub dalam pelaksanaan proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Ditjen Perkeretaapian.
Menurut Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta keduanya hadir sebagai saksi dalam kasus Ditjen Perkeretaapian. Penyidik KPK memeriksa Menhub Budi Karya selama sekitar 10 jam pada Rabu (26/7) di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan.
Budi Karya mengatakan kehadirannya ke KPK adalah bentuk dukungan terhadap KPK memberantas korupsi di lingkungannya. “Hal ini merupakan dukungan kami terhadap upaya mendukung dan komitmen atas turut memberantas korupsi. Terima kasih kepada KPK yang dengan konsisten dan dengan upaya ini insyaallah KPK dan kami turut serta menghilangkan korupsi di Indonesia,” kata Budi.
Kemudian Budi juga menegaskan dirinya dipanggil lembaga antirasuah sebagai saksi dalam kasus tersebut. “Hari ini saya telah hadir sebagai saksi dugaan korupsi dari perkeretaapian,” ujarnya. Meski demikian Budi enggan berkomentar soal pemeriksaannya . “Hal-hal lain yang berkaitan dengan pemeriksaan tadi bisa disampaikan dengan KPK,” katanya.
Beberapa Proyek yang Dikorup
Korupsi pembangunan dan perbaikan rel kereta diduga terjadi pada tahun anggaran 2021—2022. Diantaranya adalah proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso. Selain itu juga pada proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan. Kemudian empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat. Terakhir proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.
Diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa mulai proses administrasi hingga pemenang tender. Kisaran suap yang diterima sekitar 5—10 persen dari nilai proyek dengan perkiraan nilai suap yang diterima keenam tersangka mencapai sekitar Rp14,5 miliar.
Atas perbuatan para tersangka penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan para tersangka pemberi suap dikenai Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.