kanalhukum.co. Lima perkara gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) ditolak Mahkamah Konstitusi. Dalam konklusi-nya, mahkamah menilai permohonan permohonan perkara kelima itu tidak beralasan menurut hukum.
“Mengadili, menolak permohonan para permohonan untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusannya. Adapun kelima perkara yang ditolak tersebut adalah Perkara Nomor 54/PUU-XXI/2023, 50/PUU-XXI/2023 dan 46/PUU-XXI/2023. Kemudian perkara 41/PUU-XXI/2023, dan 40/PUU-XXI/2023.
Pada perkara nomor 54, 41, 46, dan 50 mengajukan uji formil UU Cipta Kerja. Sedangkan pada Perkara Nomor 40 mengajukan uji formil dan materi atas UU tersebut. Dalam perkara Nomor 54 Para permohonan mahkamah menyatakan UU 6/2023 tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hal ini disampaikan oleh 15 pemohon yang terdiri dari berbagai federasi serikat pekerja di Indonesia.
Kemudian, Perkara Nomor 41 disampaikan oleh dua orang dari Konferensi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Pemohon meminta mahkamah menyatakan pembentukan UU 6/2023 tentang Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD NRI 1945. Selain itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Pemohon pada perkara tersebut juga meminta seluruh pasal-pasal dari seluruh UU yang diubah dan dihapus oleh UU 6/2023 dinyatakan berlaku kembali.
Selanjutnya, Perkara Nomor 46 dipimpin oleh 14 orang yang terdiri dari kelompok serikat, yayasan, perkumpulan, dan federasi pekerja. Pemohon meminta pembentukan UU 6/2023 dinyatakan tidak berlaku. Mereka meminta mahkamah menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berlaku kembali dengan memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Sedangkan dalam Perkara Nomor 50 diminta oleh Partai Buruh yang. Dalam perkara ini pemohon ingin pembentukan UU 6/2023 dinyatakan tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD NRI 1945. Oleh karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Keputusan Mahkaham Konstitusi
Terkait Perkara Nomor 40 yang mengajukan permohonan uji formil dan materi. Dalam petitum formil, pemohon Perkara Nomor 40 meminta pembentukan UU 6/2023 dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sementara dalam petitum materinya, tuntutan perkara tersebut meminta sejumlah pasal dalam UU 6/2023 dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pemohon dari perkara ini adalah gabungan federasi, persatuan, dan serikat pekerja yang terdiri dari 121 orang.
Khusus untuk Perkara Nomor 40, mahkamah menyatakan bahwa permohonan formil dan materi tidak dapat digabungkan dalam satu permohonan. Oleh karena pengujian dinyatakan tidak beralasan menurut hukum, maka pemeriksaan materi pengujian akan segera dilanjutkan.
Dari berbagai pertimbangannya, mahkamah berpendapat pembentukan UU 6/2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945, sehingga UU Cipta Kerja tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Terdapat empat dari sembilan Hakim Konstitusi yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) atas putusan tersebut.
“Pokok permohonan permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk keseluruhannya,” ucap Anwar membacakan konklusi. Keputusan atasu gugatan tersebut diputuskan dalam sidang pengumuman putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.