kanalhukum.co.Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meradang. Dirinya akan mengambil langkah hukum terkait dengan pembongkaran bangunan cagar budaya yang merupakan tempat tinggal sementara Bung Karno di Padang, Sumatera Barat.
Tindakan pembongkaran rumah tersebut berdasarkan undang-undang merupakan tindakan melawan hukum.
Ia mengatakan pihaknya telah dan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk mencari solusi terbaik. “Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya jelas mengamanatkan bahwa pemilik atau pihak yang menguasai sebuah bangunan cagar budaya bertanggung jawab akan kelestariannya,” ujarnya.
Menurutnya tindakan pembongkaran rumah tersebut berdasarkan undang-undang merupakan tindakan melawan hukum. Pada Pasal 105 UU Nomor 11 Tahun 2010 menyebut setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun.
“Kami mendorong semua pihak untuk melestarikan bangunan cagar budaya dan menjaga memori kolektif sejarah bangsa,” pungkas Nadiem.
Sekilas tentang rumah yang populer dengan sebutan Rumah Ema Idham ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Padang Nomor 3 Tahun 1998 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Bersejarah di Kotamadya Padang.
Mengutip situs resmi Pemerintah Kota Padang, Rumah Ema Idham didirikan pada 1930 dan ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Nomor Inventaris 33/BCBTB/A/01/2007. Rumah ini berlokasi di Jalan Ahmad Yani nomor 12 Kelurahan Padang Pasir, Padang Barat.
Di rumah tersebut Bung Karno tinggal selama tiga bulan. Pada waktu itu pemerintah Belanda takut Bung Karno akan dimanfaatkan oleh Jepang yang akan mendarat di Indonesia. Oleh karena itu Bung Karno akan dibuang oleh pemerintah Belanda dari Bengkulu ke Luar Negeri. Ketika akan diberangkatkan ternyata kapal yang akan memberangkatkan Bung Karno rusak, akhirnya Bung Karno diperintahkan oleh Pemerintah Belanda menuju Padang dengan mengendarai gerobak sapi.
Saat menetap di rumah tersebut, keberadaan Soekarno pun terendus oleh intelijen Jepang. Maka kemudian ia ditemui oleh sejumlah pejabat militer Jepang yang ada di Padang. Meskipun diketahui Jepang, Soekarno mendapatkan kebebasan menjalani hidup selama di Padang.