kanalhukum.co. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan Bea Cukai bekerjasama untuk mendalami dugaan ekspor nikel secara ilegal ke Cina. Saat ini KPK sedang melakukan pemeriksaan nomor HS atau Harmonized System terkait ekspor nikel tersebut.
Pernyataan itu disampaikan oleh Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Kamis malam. Menurut Pahala, pihaknya sedang melakukan koordinasi teknis dengan Bea Cuki soal kategori nikel yang diekspor tersebut. “Sedang dikoordinasikan dengan Bea Cukai. Secara teknis apakah nikel yang dimaksud kategorinya sama atau beda,” kata Pahala di Jakarta.
Selain itu, KPK juga melakukan pemeriksaan nomor HS atau Harmonized System ekspor nikel tersebut. Pahala mengatakan bahwa Harmonized System adalah daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis. Tujuan adalah untuk mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya.
Kemudian Pahala juga menambahkan KPK saat ini sedang melakukan klarifikasi teknis soal temuan tersebut dan melakukan perbaikan pada platform Simbara (Sistem Informasi Mineral dan Batu bara).”Iya sedang klarifikasi teknis dulu. Kajian perbaikan sistem sudah jalan sejak bulan lalu. Tata niaga nikel ini akan masuk platform Simbara, bersama batu bara dan timah,” ujarnya.
Pihak KPK mengungkapkan temuan dugaan ekspor lima juta ton ore nikel ilegal ke China masih dalam proses kajian. “Kajian terkait nikel dan sebagainya, itu sudah dilakukan oleh KPK, oleh karena itu nanti kami pasti akan sampaikan,” kata kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.
Ada Perbandingan Selisih Nilai Ekspor
Dugaan ekspor ilegal ore nikel terjadi Januari 2020 sampai Juni 2022. Merujuk dari data yang dikirimkan KPK, ada perbandingan dari selisih nilai ekspor yang dikeluarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan data Bea Cukai China. Selisih nilai ekspor itu mencapai Rp 14,5 triliun.
Tercatat pada tahun 2020 terdapat selisih nilai ekspor sebesar Rp 8.640.774.767.712,11 (Rp 8,6 triliun).Sedangkan pada tahun 2021 ada selisih nilai ekspor sebesar Rp 2.730.539.323.778,94 (Rp 2,7 triliun).
Kemudian tahun 2022, tepatnya dari Januari sampai Juni 2022, ada selisih nilai ekspor mencapai Rp 3.152.224.595.488,55 (Rp 3,1 triliun). Jika dihitung pada periode 2020 hingga Juni 2022 secara keseluruhan ada selisih nilai ekspor ore nikel mencapai Rp 14.513.538.686.979,60 (Rp 14,5 triliun). Masih dari data tersebut, China melakukan impor bijih nikel sebanyak 5,3 juta ton dari Indonesia sejak 2020 hingga Juni 2022. Pada 2020, China menerima impor ore nikel sebesar 3.393.251.356 kilogram.
Pada 2021, China kembali mengimpor 839.161.249 kilogram, dan 1.085.675.336 kilogram pada 2022. Jika dijumlah, total ekspor ilegal ore nikel dari Indonesia ke China mencapai 5.318.087.941 atau 5,3 juta ton.
Untuk diketahui, pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan larangan ekspor ore nikel. Pelarangan ekspor diterapkan demi penghiliran di dalam negeri. Presiden Joko Widodo sebelumnya memberlakukan pelarangan ekspor nikel sejak 1 Januari 2020 melalui Peraturan Menteri ESDM No.11/2019.