kanalhukum.co. Tercatat ada 133 orang dari 55 kartu keluarga yang menjadi korban pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong, Pidie, Aceh. Angka tersebut bersifat sementara dan akan terus berlanjut pendataannya.
Hal tersebut dikemukakan oleh Penjabat Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto . “Korban ada yang didasarkan pada KK (kartu keluarga) dan individu. Ada 58 KK dan jumlah orangnya ada 133 orang, ini data untuk korban di Pidie,” kata Wahyudi, Senin (26/6).
Menurutnya para korban yang telah terdata tersebut menerima tindakan berat berupa penyiksaan hingga pembantaian hingga pembunuhan saat terjadi konflik di Aceh terjadi. “Berbagai macam pelanggaran yang dirasakan oleh korban (di Rumoh Geudong), penyiksaan, pembantaian, tubuh korban disetrum dan dibunuh,” ujarnya.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD pendataan korban pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong akan terus berlanjut.
Rumoh Geudong adalah penyiksaan dan pembantaian masyarakat Aceh pada masa konflik tahun 1989 hingga 1998. Fuma ini terletak di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie. Apa yang terjadi di Rumoh Geudong tersebut telah diakui pemerintah Indonesia sebagai salah satu peristiwa pelanggaran HAM berat.
Rumoh Geudong juga menjadi tempat kick off penyelesaian nonyudisial kasus pelanggaran HAM berat masa lalu oleh Presiden RI Joko Widodo pada Selasa (27/6). Menanggapi hal ini Wahyudi merasa bangga karena nya terpilih menjadi tempat kick off nonyudisial penyelesaian pelanggaran HAM berat.
Wahyudi berharap kegiatan tersebut bisa memberikan dampak sosial bagi warga dan Pemkab Pidie siap menindaklanjuti berbagai hal yang menjadi harapan masyarakat setempat. “Tidak berhenti pada kick off saja, tetapi kita akan menyampaikan harapan masyarakat Pidie,” ucap Wahyudi
Sekedar informasi Indonesia sendiri ada 12 kasus pelanggaran berat. Ada tiga kasus di antaranya terjadi di Aceh, yakni Rumoh Geudong, peristiwa Simpang KKA, dan Jambo Keupok Aceh Selatan.
.