kanalhukum.co. Belum diadilinya Direktur PT Liga Indonesia Baru (LIB) Ahmad Hadian Lukita terkait kasus Tragedi Kanjuruhan menjadi salah satu sorotan Komisi Hak Asasi Manusia (lKomnas HAM) atas penuntasan tragedi Kanjuruhan. Proses hukum peristiwa yang menelan 135 korban jiwa masih banyak tanda tanya dan belum tuntas.
“Komnas HAM menyayangkan pemenuhan berkas tersangka mantan Direktur PT LIB, Ahmad Hadian Lukita yang sampai saat ini belum lengkap karena adanya perbedaan pendapat antara pihak kejaksaan dan kepolisian terkait pemenuhan unsur terhadap pasal yang disangkakan terhadap tersangka,” ujar Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing.
Uli menyebut Lukita adalah satu-satunya tersangka yang belum diadili di persidangan dan mendapat hukuman. Menurutnya Kepolisian melalui Polda Jatim telah menetapkan enam tersangka terkait kasus Kanjuruhan pada 6 Oktober 2022.
Ada lima dari enam tersangka telah menjalani proses persidangan dan sudah mendapatkan hukuman yang memiliki hukuman tetap (inkrah). Uli menyayangkan berkas Lukita belum lengkap hingga saat ini karena ada perbedaan pendapat antara kejaksaan dengan kepolisian. Ia menyebut Komnas HAM berharap perbedaan pendapat ini segera diatasi dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan dan hukum yang berlaku.
Komnas HAM juga memantau rekomendasi terkait sanksi disiplin terhadap polisi yang terlibat dalam kasus tersebut. Uli menyebut Bidpropam Polda Jatim telah melakukan pemeriksaan Kode Etik Profesi Polri terhadap 19 personel Polri yang diduga melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan.
Selain itu Komnas HAM berharap Polri telah mengambil langkah-langkah disipliner terhadap sejumlah personelnya. Hal ini untuk menunjukkan komitmen dalam akuntabilitas dan profesionalisme kepolisian.
Proses hukum Tidak Bisa Diterima
Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut proses hukum terhadap tragedi tersebut tak bisa diterima. “Proses hukum terkait dengan aparat keamanan yang menembakkan gas air mata masih belum menyentuh para pemimpin mereka di tataran komando. Ini adalah hal yang tidak dapat diterima. untuk itu keluarga korban yang meninggal maupun korban yang luka-luka berhak mendapatkan keadilan dan akuntabilitas yang layak,” kata Usman dalam keterangan tertulis, Selasa (2/10/2023).
Usman mengatakan, proses hukum yang dilakukan belum cukup lantaran tidak ada tanggung jawab yang ditimpakan kepada para pimpinan di tataran komando. Padahal, penggunaan dan perintah melontarkan air mata jelas berasal dari para komandan mereka. Sebab itu, kata Usman, keadilan bagi para korban harus jadi prioritas utama.
“Demi memastikan keadilan, semua pelaku yang bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan harus diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Termasuk juga aparat keamanan negara yang bertanggung jawab di tingkat komando,” katanya seperti dilansir laman kompas.com.