kanalhukum.co. Koalisi Masyarakat untuk Keadilan IOklim menuntu pemerinta untuk segera menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim. Pembentukan RUU ini berangkat dari kebutuhan pencegahan dan pengendalian terkait dampak krisis iklim yang kian memburuk. Diharapkan dalam penyusunan RUU tersebut menekankan pentingnya proses transparan, partisipatif, dan inklusif.
Dalam paparannya Direktur Eksekutif Yayasan Pikul Torry Kuswardono menyebut instrumen hukum terkait iklim yakni belum mampu menurunkan emisi secara signifikan. Saat ini sudah ada Perpres No.98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Namun regulasi tersebut hanya fokus pada mekanisme perdagangan karbon.
“Sehingga UU Keadilan Iklim ini menyasar masalah utama krisis iklim yaitu ketidakadilan dari akarnya”
“Perpres 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang diikuti dengan berbagai pembentukan peraturan baik lewat kementerian dan lembaga saat ini hanya fokus pada mekanisme perdagangan karbon,” ujar Torry dalam diskusi RUU Keadilan Iklim di Kantor Walhi, Jakarta Selatan, Sabtu (3/6).
Sedangkan Direktur Eksekutif ICEL Raynaldo Sembiring menyebut RUU Iklim harus memuat dua aspek besar yang terintegrasi. Ray kemudian menjelaskan bahwa bagian pertama memuat prinsip-prinsip keadilan iklim, peta jalan dan panduan pelaksanaannya. “Sedangkan bagian kedua berisi materi-materi pelaksanaan terintegrasi yang setidaknya terdiri dari: mitigasi perubahan iklim, adaptasi perubahan iklim, loss and damage, tata kelola perubahan iklim termasuk sistem dan kelembagaan, penegakan hukum, pembiayaan iklim, hingga mosi publik,” ujar Ray.
Sementara, Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi menyebut RUU Iklim dapat mengatasi berbagai persoalan ekonomi politik nasional. Termasuk dalam menyusun ulang aktivitas ekonomi ekstraktif yang dianggap menjadi pemicu utama perubahan iklim. “Sehingga UU Keadilan Iklim ini menyasar masalah utama krisis iklim yaitu ketidakadilan dari akarnya”, ujar Zenzi.
Selain itu koalisi ini juga menekankan agar proses penyusunan aturan perubahan iklim itu tak hanya dilakukan kalangan pemerintah maupun DPR. Penyusunan RUU harus dibuka ke masyarakat luas dan memperhatikan keterlibatan berbagai elemen.