kanalhukum.co. Sistem pemilu sebaiknya mengacu pada kondisi masyarakat. Untuk itu Indonesia tidak seharusnya gonta-ganti sistem pemilu.
Hal ini dikatakan Pakar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana saat memberikan paparan pada webinar terkait sistem pemilihan umum di Jakarta, Selasa, (17/1/2023). “Saya berpandangan pemilihan sistem pemilu tergantung pada kondisi masyarakat,” kata Pakar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana dalam sebuah webinar yang dipantau di Jakarta, Selasa. Menurutnya gonta-ganti sistem pemilihan bukanlah menjadi pilihan bijak. Sebab, masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan.
Apabila suatu sistem pemilihan telah ditetapkan maka harus dimaksimalkan, dan mengurangi atau mengantisipasi kekurangannya termasuk menegakkan hukum terkait politik anti uang.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) era Presiden Susilo Bambang juga mengatakan bahwa kondisi masyarakat itu mengacu pada aspek pendidikan hingga kesiapan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, Prof Denny berpandangan apabila suatu sistem pemilihan telah ditetapkan maka harus dimaksimalkan, dan mengurangi atau mengantisipasi kekurangannya termasuk menegakkan hukum terkait politik anti uang.
Selanjutnya Denny mengaku kerap ditanya apakah lebih baik seorang kepala daerah dipilih langsung masyarakat atau ditunjuk oleh DPRD. Jika dilihat dari kaca mata konstitusi, maka keduanya memungkinkan untuk diterapkan.
Alasannya, dalam bahasa yang disebutkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan kepala daerah dipilih secara demokratis. Berbeda halnya dengan pemilihan presiden yang bersifat langsung (dipilih langsung oleh rakyat). “Bagi saya bukan langsung atau tidak langsung, tapi tidak adanya politik uang,” ucap dia.
Menurutnya, pentingnya memastikan tidak adanya politik uang saat pemilu berlangsung harus menjadi perhatian bersama. Sebab, hal itu bisa menggerogoti sistem pemilihan langsung maupun tidak langsung bahkan di semua sistem pemilu. “Itu yang menjadi perhatian kami ketimbang gonta-ganti sistem pemilu yang pada dasarnya memiliki kelebihan dan kekurangan,” ujarnya. Ia menambahkan jika melirik perjalanan pemilihan presiden di
Tanah Air, maka sejatinya Indonesia sudah menerapkan dua sistem yakni langsung dan tidak langsung.
Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. lahir 11 Desember 1972. Ia dikenal sebagai aktivis dan akademisi Indonesia dan pernah menjabat Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2014).
Disebutkan Denny juga pernah menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Hukum (2008-2009), dan Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN (2009-2011). Denny juga seorang Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (2010-2018), serta profesor tamu di Melbourne University Law School, Australia (2016-2019). Selain itu juga salah satu pendiri Indonesian Court Monitoring dan Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. ( Sumber antaranews.com)