kanalhukum.co. Kasus mega korupsi pernah terjadi pada masa era Presiden Soekarno. Salah satunya korupsi yang menjerat Gubernur Bank Indonesia (1963-1966) Jusuf Muda Dalam. Pejabat ini menilep uang negara sebanyak Rp 97.334.844.515. Pada saat itu angka tersebut sangatlah luar biasa besar
Jusuf didakwa dengan berbagai perkara sekaligus. Tidak hanya kasus mega korupsi, tetapi ia terlibat kong kalikong dalam pemberian impor, memberikan kredit tanpa agunan hingga kepemilikan senjata api. Yang paling heboh adalah pernikahannya dengan 6 perempuan.
Berdasarkan temuan Tim Penertiban Keuangan atau Pekuneg, Jusuf Tuan ternyata telah menggelapkan uang negara sebanyak Rp 97.334.844.515. Angka itu jelas sangat besar mengingat harga bensin kala itu hanya Rp/16 per liter.
Salah satu dakwaannya adalah menyelewengkan uang dari hasil deferred payment atau kredit luar negeri dalam jangka waktu satu tahun yang digunakan untuk mengimpor barang-barang. Nah ketika ditelusuri pihak berwenang, ternyata barang-barang yang diimpor adalah barang mewah.
Atas tindakannya itu 18 April 1966, Tim Pemeriksa Pusat Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) menerbitkan surat penangkapan dan penahanan untuk Jusuf. Tidak berselang lama, tepatnya tanggal 30 Agustus 1966 langsung disidang. Dalam persidangan di Gedung Bappenas ada 175 saksi yang datang. Mereka memberikan kesaksian untuk membuktikan apakah Jusuf Muda Dalam dinyatakan bersalah atau tidak.
Berdasarkan hasil sidang, Jusuf pun didakwa bersalah dalam empat perkara besar. Pertama tindak pidana subversi. Kedua tindak korupsi. Ketiga tindak pidana khusus yaitu menguasai senjata api illegal. Keempat adalah perkawinan yang dilarang oleh undang-undang.
Dari persidangan tersebut Jusuf Muda Dalam resmi dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Pengadilan juga memutuskan akan mengeksekusinya pada 9 September 1966. Akan tetapi, belum sempat dieksekusi, Jusuf sudah lebih dulu meninggal dunia di Rumah Sakit Cimahi pada 26 Agustus 1967, karena penyakit tetanus.