KANALHUKUM.CO. Peraturan terkait penggunaan kecerdasan buatan sangat penting dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Hal ini dilakukan agar dapat mencegah resiko penyalahgunaan kecerdasan buatan tersebut. Selama ini belum ada aturan yang cukup kuat dalam menindak penyalahgunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Indonesia.
Menurut Praktisi hukum telematika (TMT) Andre Rahadian aturan-aturan terkait penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Indonesia sangat penting. Hal ini terkait penyalahgunaan AI yang semakin beragam. Nantinya aturan tersebut harus dibuat bertahap dan komprehensif disertai peningkatan kapasitas penegak hukum agar membawa dampak positif. “Pemanfaatan AI yang semakin beragam dapat meningkatkan resiko penyalahgunaan,” kata Andre dalam keterangan tertulisnya.
Andre menambahkan saat ini penggunaan AI belum ada payung hukum yang cukup kuat, hanya ada dalam bentuk etika atau soft regulation, maka dalam hal ada peristiwa pelanggaran hukum memiliki kekuatan koersif dan ketiadaan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan akibat penggunaan AI.
Walaupun membantu dalam sejumlah pekerjaan manusia, namun kekhawatiran atas munculnya dampak negatif semakin menggema. “Di Indonesia, masih terdapat isu dalam menentukan pihak yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan atau kerugian yang disebabkan oleh penggunaan AI,” katanya.
“Kegagalan AI yang dapat memberi dampak negatif menimbulkan pertanyaan: apakah AI secerdas yang kita bayangkan? Haruskah teknologi dengan kecerdasan yang mendekati manusia tetapi tidak memiliki pedoman moral bisa berkuasa di dunia?” katanya.
Aturan Terkait Penggunaan AI
Hal inilah yang menjadi asal mula perdebatan mengenai pentingnya regulasi AI. Khusus di Indonesia, pemerintah harus segera membuat kebijakan komprehensif tata kelola AI. Di Indonesia, peraturan yang berlaku saat ini yang relevan dengan penggunaan AI, antara lain ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kemudian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Selain itu ada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSE). Ada juga dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (Permen PSE). Terakhir adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).
Sejak OpenAI merilis ChatGPT pada akhir tahun 2022, dunia telah dihebohkan dengan perbincangan tentang generative artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan generatif dan masa depan yang dapat diciptakannya.
Uni Eropa, Amerika Serikat, China, serta Brasil telah melakukan pengaturan AI, ada yang berupa executive order untuk mengidentifikasi potensi dan resiko AI serta mekanisme pengawasan agar tidak mengurangi hak fundamental warga. Selanjutnya EU AI Act menekankan prinsip human-centric.