KANALHUKUM.CO. Sistem perundang-undangan di Indonesia belum mengatur secara khusus kejahatan siber media internet atau layanan over the top. Pendapat ini disampaikan oleh Dr. Tasya Safiranita Ramli, SH, M.H menanggapi adanya temuan kejanggalan pada akun platform X (dulu Twitter) pasangan calon presiden Pemilu 2024 beberapa hari lalu.
Kepala Pusat Studi Cyber Law dan Transformasi Digital Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran ini menyebut untuk mengatasi dinamika permasalahan harus tetap mengacu pada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terbaru tahun 2024. “Modus operasi cyber crime cukup beragam dan terus berkembang, serta berbeda dengan kejahatan konvensional. Sistem Perundang-undangan Indonesia belum mengatur secara khusus tentang kejahatan pada media internet atau layanan over the top. Tetapi salah satu acuan hukum kita bisa mengacu pada UU ITE,” ujar Tasya, Senin (29/1)
Berangkat dari peristiwa tersebut, Tasya tidak hanya meningkatkan keamanan siber atau cyber security. Salah satunya adanya payung hukum UU ITE yang tidak sebatas kegiatan pemanfaatan teknologi informasi. Akan tetapi juga mencakup kegiatan yang memakai jaringan internet, serta instrumen elektronik lainnya sebagai wujud dari cyber security.
“Payung hukum kita tetap dari UU ITE yang terbaru 2024. Dari UU itu harus banyak dukungan, karena sepengetahuan saya AI di Indonesia belum diatur secara khusus, bahkan tidak ada pengaturan yang memang membantu untuk bagaimana peran AI ini sebetulnya bisa dikatakan sebagai sisi positif atau negatif,” ujarnya.
Tasya juga menyoroti praktik penegakan hukum, misalnya, yang terkait kejahatan transnasional dengan faktor hukum utama yang terjadi adalah yurisdiksi. Pada era digital ini, Tasya melanjutkan, juga dikenal dengan adanya yurisdiksi virtual. “Dalam praktik penegakan hukum, kalau saya melihat dari kejahatan-kejahatan yang memang banyak terjadi sekarang ini, kejahatan konvensional sudah banyak ditinggalkan. Sekarang mengarah pada kejahatan secara global baik dalam dunia media sosial, cyber security itu sendiri, atau cybercrime,” imbuhnya.
Kejahatan Siber Media Internet
Sebelumnya ada temuan pada media sosial X salah satu Capres 2024 terkait kejanggalan yang penyebanya adalah aktivitas bot spam. Dalam keterangan resmi, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel A. Pangerapan langsung melaporkannya ke pihak yang bersangkutan. “Saya baru dapat beritanya tadi pagi. Saya sudah kontak ke X. Jadi keyword Mahfud itu, ada yang mengirim pesan spam. Banyak itu bot spam. Ada keyword-nya itu. Ada beberapa, tadi saya lihat,” kata di Jakarta, Jumat (26/1).
Bot spam itu secara otomatis menyebarkan pesan spam dengan akun palsu di platform X. Sesuai penjelasan Kantor X Singapura, Dirjen Semuel menyatakan akibat bot spamming, keyword dengan nama Mahfud yang dikirim sebagai pesan spam dianggap tidak layak di platform X. “X bilang, sudah melaporkan ke saya juga, sudah temukan bot-nya. Itu ada bot spamming. Nah, tiap kali konten memuat kata atau mention @mahfud, terus itu dikategorikan tulisan tidak layak. Karena ada banyak, jadi sama X dibersihkan dulu,” tuturnya.