kanalhukum.co. Kekalahan Indonesia terkait sengketa larangan ekspor bijih nikel ke luar negeri dengan WTO memasuki babak baru. Setelah dinyatakan kalah pada Oktober 2022, Pemerintah langsung mengajukan banding pada Desember 2022 lalu. Saat ini Indonesia tengah menunggu pembentukan Badan Banding Hakim WTO untuk melanjutkan perkara tersebut.
Hal ini dikatakan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Zulkifli Hasan (Zulhas). Belum adanya Badan Banding WTO yang saat ini lantaran terdapat blokade pemilihan Badan Banding oleh salah satu Anggota WTO yakni Amerika Serikat. “Dengan adanya blokade tersebut, sudah ada 25 kasus banding yang menunggu antrian untuk berproses (litigasi) di Badan Banding WTO,” ujar Zulhas seperti dilansir laman CNBC Indonesia.com, Senin (13/2/2023).
Menurut Zulhas pemerintah dan kuasa hukum telah menyiapkan argumen untuk menguji keputusan panel awal yang dianggap keliru dalam menginterpretasikan aturan WTO. Pasalnya, Indonesia meyakini kebijakan hilirisasi tidak melanggar komitmen Indonesia di WTO dan Indonesia akan tetap konsisten dengan aturan WTO.
“Untuk itu pemerintah siap untuk melakukan pembelaan atas sektor ataupun produk Indonesia dan mengamankan dari sisi akses pasar Indonesia di pasar global,” katanya. Selain itu, kata Zulhas, kebijakan peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi menuju mata rantai nilai yang lebih tinggi akan tetap menjadi prioritas.
Indonesia saat ini sedang bersengketa hukum perdagangan dengan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) lantaran melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri. Pada Oktober 2022 lalu Indonesia dinyatakan kalah dalam gugatan tersebut.
Indonesia tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB).
Merespons kekalahan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun langsung memerintahkan menterinya untuk mengajukan banding di WTO. Indonesia saat ini sedang bersengketa hukum perdagangan dengan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) lantaran melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri. Pada Oktober 2022 lalu Indonesia memang sudah dinyatakan kalah dalam gugatan di WTO tersebut.
Sementara itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut Indonesia memandang keputusan panel tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap. Untuk itu Indonesia tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB).
“Keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap sehingga Pemerintah akan melakukan banding,” ujar Arifin dalam Raker bersama Komisi VII, Senin (21/11/2022) Arifin juga mengatakan pemerintah akan mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral (nikel) dengan mempercepat proses pembangunan smelter.