kanalhukum.co. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset mendesak untuk segera disahkan. Dalam surveinya, Populi Center menyebut mayoritas masyarakat menanggap RUU Perampasan Aset tersebut untuk segera disahkan.
“Jawabannya, sebesar 73,9 persen menjawab mendesak (sangat mendesak 37,9 persen dan mendesak 36 persen),” kata Deputi Direktur Eksekutif Populi Center Rafif Pamenang, Senin (29/5). Sementara itu, sebesar 12,5 persen menjawab tidak mendesak (tidak mendesak 9,3 persen dan sangat tidak mendesak 2,2 persen).
Kemudian ada 12,8 persen tidak mengetahui isu tersebut dan sisanya sebesar 1,8 persen menolak menjawab pertanyaan ini. ” Sementara itu, 12,8% responden mengaku tidak tahu soal RUU Perampasan Aset. Sedangkan sisanya menolak menjawab,” ujarnya Dari hasil ini, lanjut Rafif, publik berharap agar pemerintah pusat segera dapat mengesahkan RUU Perampasan Aset.
Populi Center melakukan survei nasional mulai tanggal 4 hingga 12 Mei 2023 dengan 1.200 responden yang tersebar secara proporsional di 38 provinsi di Indonesia. Pengambilan survei ini melalui wawancara tatap muka menggunakan metode acak bertingkat dengan margin of eror ±2,83 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Sudah hampir dua dekade RUU Perampasan Aset Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset mangkrak dan tidak masuk pembahasan. Pada tahun 2023 ini RUU tersebut baru masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Namun sampai hari ini belum ada kejelasannya. tetapi sampai detik ini tetap saja jalan di tempat. Pada Mei 2023, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana memasuki babak baru di parlemen.
Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat presiden (Surpres) tentang RUU Perampasan Aset pada 4 Mei lalu. Saat ini draf RUU tersebut baru akan dibawa ke badan musyawarah (Bamus) sebelum dibacakan di Rapat Paripurna DPR. Draf RUU itu terdiri atas tujuh bab dan 68 pasal yang mencakup berbagai ketentuan terkait dengan perampasan aset. Masyarakat saat ini masih menunggu kelanjutna dari RUU tersebut.