Kanalhukum.co . Sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) berpotensi melanggar kode etik. Hal itu disebabkan mereka telah membiarkan institusi MK memutuskan perkara yang berkaitan dengan kepentingan keluarga hakim. MKMK sendiri telah memeriksa enam hakim MK dan mereka memiliki pendapat berbeda terkait permasalahan yang dilaporkan oleh.
Makanya kita tanyakan satu-satu, ya masing-masing punya alasan, kata Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie.
Menurut Jimly, MKMK sendiri telah memeriksa enam hakim MK. Mereka memiliki pendapat berbeda terkait permasalahan yang dilaporkan masyarakat kepada MKMK. “Jadi nanti ada saja yang ternyata benar kok, memberi ikut pembenaran, tapi ada juga yang sudah mengingatkan, tapi tidak efektif, ada juga yang pakewuh,” ujarnya.
Melanggar Kode Etik
Jimly mengatakan, apabila hakim MK terbukti melanggar kode etik, maka MKMK juga bisa diyakinkan untuk membatalkan Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait perubahan syarat menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). “Berarti sesuai Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman pasal 17 ayat 7, (perkara) di-Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) lagi oleh majelis berbeda,” katanya.
Namun dia menegaskan bahwa MKMK baru akan mengeluarkan putusan terkait pelanggaran kode etik pada Selasa (7/1) setelah memeriksa pelapor dan isi laporannya, dan memeriksa seluruh hakim konstitusi.
Sejak Selasa hingga Rabu MKMK memeriksa enam hakim yang terdiri dari Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo. MKMK akan kembali memeriksa tiga hakim konstitusi pada Kamis (2/11) ini. Hakim ketiga yang akan diperiksa adalah Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Guntur Hamzah, dan Wahiduddin.
Berdasarkan laporan masyarakat Jimly mengatakan terdapat sepuluh poin persoalan yang ditemukan MKMK terkait MK. Dengan permasalahan pembiaran, total terdapat 11 poin permasalahan terkait MK yang telah dilaporkan oleh masyarakat kepada MKMK.
MKMK juga mengungkapkan adanya dugaan tindakan kebohongan yang dilakukan hakim MK. Hal itu didapat Jimly dalam penelusuran kasus dugaan pelanggaran etik hakim MK. Dugaan ringkasan yang didapat MKMK meliputi ketidakhadiran hakim MK dalam sidang pro pencawapresan Gibran.
Satu, ada alasan karena konflik kepentingan yaitu waktu kasus partai PSI dan beberapa yang ditolak,” kata Jimly seperti dilansir laman republik. com. Jimly merasa ada kejanggalan dari ketidakhadiran hakim MK tersebut. Kejanggalan inilah yang coba didalami MKMK dengan memperjelas dan mendalaminya. ***