KANALHUKUM.CO. Gugatan uji materi terkait ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam amar putusannya MK mengabulkan permohonan pemohon sebagian. Sebelumnya Perludem menggugat ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar empat persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam perkara ini, Perludem menggugat frasa “partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR”.
Menurut Perludem norma pada pasal tersebut diganti menjadi “partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara efektif secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR dengan ketentuan: a. Bilangan 75 persen dibagi dengan rata-rata besaran daerah pemilihan, ditambah satu, dan dikali dengan akar jumlah daerah pemilihan; b. Dalam hal hasil bagi besaran ambang parlemen sebagaimana dimaksud huruf a menghasilkan bilangan desimal, dilakukan pembulatan”.
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyebut palam pertimbangan hukum MK tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase paling sedikit empat persen dimaksud dalam pasal tersebut. Saldi kemudian mengatakan angka ambang batas parlemen tersebut juga berdampak terhadap konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR yang berkaitan dengan proporsionalitas hasil pemilu.
Sebagai contoh, MK memaparkan, pada Pemilu 2004, suara yang terbuang atau tidak dapat dikonversi menjadi kursi adalah sebanyak 19.047.481 suara sah atau sekitar 18 persen dari suara sah secara nasional.
Ambang Batas Parlemen
Kebijakan ambang batas parlemen dinilai telah mereduksi hak rakyat sebagai pemilih. Hak rakyat untuk dipilih juga direduksi ketika mendapatkan suara lebih banyak namun tidak menjadi anggota DPR karena partainya tidak mencapai ambang batas parlemen.
“Hal demikian disadari atau tidak, baik langsung atau tidak telah mencederai kedaulatan rakyat, prinsip keadilan pemilu, dan kepastian hukum yang adil bagi semua kontestan pemilu, termasuk pemilih yang menggunakan hak pilih. Berdasarkan hal tersebut, dalil pemohon yang pada pokoknya menyatakan ambang batas parlemen dan/atau besaran angka atau persentase ambang batas parlemen yang tidak disusun sesuai dengan dasar metode dan argumen yang memadai pada dasarnya dapat dipahami oleh Mahkamah,” jelas Saldi.
Sementara itu, rekomendasi norma yang diajukan oleh Perludem dalam petitum, tidak dapat dikabulkan oleh MK karena hal tersebut merupakan bagian dari kebijakan pembentuk undang-undang untuk dirumuskan lebih lanjut. “Dengan demikian, dalil permohonan Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian,” pungkas Saldi.
MK memutuskan, norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.