kanalhukum.co. Gugatan terhadap pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang pembacaan putusan, MK berkesimpulan para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan tersebut,
“Amar putusan: mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman saat membacakan putusan di MK RI
Adalah Eliadi Hulu, Saiful Salim, Andreas Laurencius dan Daniel Heri Pasaribu melakukan gugatan tersebut. Para Pemohon meminta penggantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai AD dan ART. Khusus ketua umum, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan lima tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali dalam jabatan yang sama. Pemohon memohon Mahkamah menyatakan Pasal 23 ayat (1) UU 2/2011 bertentangan dengan UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Hakim Konstitusi Guntur Hamzah bahwa Eliadi dan Saiful selaku Pemohon I dan Pemohon II merupakan perorangan warga negara Indonesia dan bukan anggota organisasi parpol. Berdasarkan hal tersebut Mahkamah menilai kedua pemohon tersebut tidak memiliki kualifikasi yang berkaitan dengan ihwal anggapan potensi kerugian hak konstitusional yang muncul dengan berlakunya pasal yang digugat.
“Bahkan, sekiranya kualifikasi Pemohon I dan Pemohon II ditemukan langkah-langkah konkret untuk menjadi anggota parpol, quod non. Hal ini belum cukup juga menggambarkan adanya keterpenuhan syarat kualifikasi tersebut,” ucap Guntur.
Sementara itu, Andreas selaku Pemohon III tidak dapat menunjukkan kartu tanda anggota (KTA) Partai Golkar. Mahkamah hanya menemukan bukti berupa fotokopi Surat Keputusan DPP Partai Golkar tentang Pengesahan Komposisi dan Personalia Badan Penanggulangan Bencana DPP Partai Golkar Masa Bakti 2019-2024.
Tidak Memiliki Kedudukan Hukum
Surat keputusan itu, kata hakim, tidak cukup untuk membuktikan bahwa Andreas adalah anggota maupun pengurus Partai Golkar. Dengan demikian, Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan bahwa Andreas adalah anggota atau pengurus parpol. “Terlebih lagi, nama yang tercantum dalam SK dimaksud berbeda dengan nama yang dicantumkan Pemohon dalam permohonan a quo dan KTP Pemohon III,” imbuh Guntur.
Lebih lanjut, Daniel selaku Pemohon IV memenuhi kualifikasi sebagai anggota parpol yang dibuktikan dengan kepemilikan KTA Partai NasDem. Namun, ia tidak dapat menyertakan bukti sebagai pengurus Partai NasDem.
Selain itu, kata Guntur, Daniel tidak pernah menggunakan haknya untuk menyalurkan aspirasi kepada parpol-nya terkait masa jabatan ketum parpol. Dengan pertimbangan tersebut ketiganya tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat memiliki alasan berbeda (concurring opinion). Arief sependapat dengan mayoritas hakim yang menyatakan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan a quo. Namun, seandainya para Pemohon memiliki kedudukan hukum, kedaulatan suatu parpol ada di tangan parpol itu sendiri.