kanalhukum.co. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta mengkaji ulang aturan ekspor pasir laut. Menurut Anggota Komisi IV DPR RI Yessy Melania peraturan tersebut perlu melibatkan publik. Adanya PP tersebut dinilai tidak transparan.
Menurut Yessy Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut telah menjadi polemik. “Regulasi ini kami pikir harus melibatkan lintas kementerian/lembaga. Mohon jadi perhatian KKP untuk dikaji ulang dan mendorong adanya pelibatan publik,” ujar Yessy dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Senin (12/6/2023). Peraturan tersebut menjadi polemik karena dampaknya pada lingkungan kerusakan ekosistem, ekologi, serta terganggunya jalur pelayaran.
Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menyebut aturan ekspor pasir laut tidak transparan. “Saya tidak melihat ada (penyusunan) RPP yang melibatkan publik. Kami tahu-tahunya kan langsung muncul PP, biasanya RPP juga minimal angin-angin sayup denger lah. Oh mau ada PP ini. Sehingga ini yang kemudian membuat kami ada kecurigaan. Apalagi kemudian setelah kami membaca isinya,” ujar Slamet.
Perlu Adanya Transparansi
Menurutnya, perlu ada ruang terbuka khusus untuk membahas PP tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut tersebut agar ada transparansi. Lantaran dikhawatirkan ada penumpang gelap yang menumpang dalam penerbitan regulasi ini. “Sehingga betul-betul transparansi ada Pak. Apakah sudah dilakukan yang disampaikan bahwa dengan apa dengan alat yang canggih waktu itu juru bicaranya, tidak akan merusak, jurnalnya mana? sehingga kami kan posisinya kami akan memberikan dukungan kalau ini memang menghadirkan PNBP,” tuturnya.
Selain itu Slamet mengusulkan untuk adanya pembahasan seperti Focus Group Discussion(FGD) terkait PP tersebut. Ia merasa ragu dengan pengawasan terhadap PP tersebut yang dinilai masih lemah dan dikhawatirkan hanya akan merusak ekologi di ruang laut.
“Niat baik PNBP yang dijadikan oleh Pak Menteri itu dengan pengawasan yang lemah khawatir gitu ya, jadi memperkaya blok-blok tertentu, kelompok-kelompok tertentu. Sementara negara kemudian tetap seperti itu tidak mendapatkan tambahan-tambahan. Kalau pun mendapatkan tambahan, tidak sebanding dengan perusakan ekologi yang dibandingkan,” pungkasnya.