kanalhukum.co. Komisi I DPR RI bersepakat dengan pemerintah untuk melakukan perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kesepakatan tersebut dilakukan setelah mendengarkan pandangan fraksi dalam Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Pemerintah di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (10/4/2023).
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari saat mewakili Komisi I DPR RI untuk menyetujui perubahan UU ITE. Menurut rencana pembahasan tersebut dilanjutkan pada periode Masa Persidangan ke-V agar memuat materi-materi yang lebih komprehensif dan kontekstual.
Dalam rapat membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga disampaikan sejumlah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang akan dibahas mendatang.
“Kami sampaikan bahwa jumlah DIM RUU sebanyak 38 DIM yang terdiri dari atas usulan yang bersifat tetap 7 DIM, usulan perubahan redaksional 7 DIM, dan usulan perubahan substansi 24 DIM. Selain itu, terdapat 16 DIM RUU usulan baru dari fraksi serta DIM Penjelasan sebanyak 26 DIM,” ucap Abdul Kharis Almasyhari.
Wakil pemerintah yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM). Pemerintah telah membentuk Panja Pemerintah guna membahas perubahan UU ITE. Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G. Plate, mewakili pemerintah, menyatakan siap menindaklanjuti setiap masukan yang disampaikan. Panja, jelasnya, akan dipimpin oleh Ditjen APTIKA Kominfo dan Ditjen Peraturan Perundangan KemenkumHAM. Selama pembahasan juga turut melibatkan Tim Siber Polri.
“Pemerintah siap untuk menindaklanjuti sampai dengan selesainya pembahasan penetapan revisi Undang-Undang ITE ini dengan cepat. Melalui Keputusan Menkominfo Nomor 120 tahun 2023, Pemerintah telah membentuk Panja Pemerintah dalam pembahasan yang dimaksud. Secara umum, (perubahan) UU ITE akan memuat dua materi pokok yakni penyelenggaraan sistem transaksi elektronik dan pengaturan tentang cybercrime yang merujuk pada Budapest Convention on Cybercrime serta memperbaharui ketentuan hukum pidana dengan memberikan konteks ruang siber pada ketentuan hukum pidana,” ungkap Johnny.