KANALHUKUM.CO. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan Ibu dan Anak (RUU KIA) menjadi momentum untuk mengatasi stunting dan tingginya kematian ibu. Untuk itu Komisi VIII berkomitmen mengesahkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).
Hal tersebut dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka saat kunjungan kerja di Bandung beberapa waktu lalu. Menurut Diah, RUU tersebut salah satunya bertujuan untuk meningkatkan akses serta kecepatan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak. “Pembahasan UU KIA menjadi momentum penting untuk menanggapi kasus meningkatnya angka kematian ibu karena akses kesehatan yang kurang memadai,” katanya Selasa (7/2).
Diah kemudian menegaskan berkomitmen untuk mengkonsolidasikan langkah-langkah bersama pemerintah guna mengatasi tantangan ini. “Kita masih ada waktu 6 bulan (hingga Oktober 2024). Pembahasan RUU ini sebenarnya sudah selesai namun ada beberapa hal yang masih perlu ada harmonisasi,” ungkapnya.
Menurutnya Pembahasan RUU ini sebenarnya sudah selesai. Akan tetapi ada beberapa hal yang masih perlu untuk melakukan harmonisasi. Rieke berharap RUU KIA ini akan memperkuat sistem kesehatan yang ada, memastikan akses yang lebih luas bagi masyarakat. Selain itu RUU ini juga mampu memperkuat kebijakan yang berfokus pada kesejahteraan ibu dan anak. “Kami menggarisbawahi pentingnya anggaran kesehatan yang memadai untuk mendukung program-program peningkatan akses kesehatan,” jelasnya.
Harapannya juga RUU KIA ini dapat membawa dampak positif dalam mengurangi angka stunting di Jabar yang masih tinggi. “Dengan adanya pembahasan ini, DPR memberikan sinyal kuat bahwa perlindungan dan pemenuhan hak kesehatan bagi ibu dan anak menjadi prioritas nasional yang harus dikejar bersama,” tegasnya.
Selesaikan RUU KIA
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah mendorong agar proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) dipercepat sehingga bisa segera disahkan. Hal itu dinilai akan memuluskan program pemerintah menuju Generasi Emas 2045 dan pemutusan diskriminasi terhadap perempuan.
Dalam RUU KIA salah satu yang diatur adalah adanya tambahan cuti bagi ibu hamil dan melahirkan menjadi 6 bulan. RUU ini juga mengatur cuti untuk pekerja lelaki yang istrinya melahirkan, atau sering disebut sebagai cuti ayah. Aturan tersebut pun menimbulkan penolakan dari sejumlah kalangan industri, termasuk dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), terutama mengenai cuti melahirkan bagi pekerja perempuan. Pihak perusahaan memandang hal tersebut akan berdampak kurang baik bagi kinerja perusahaan.