KANALHUKUM.CO. Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menuntut pembatalan pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 17 tahun 2023. PP tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 45 dan Putusan MK
Untuk itu P3M mengajak jejaring masyarakat sipil dan para pihak terkait tembakau perlu menyiapkan langkah-langkah antisipasi dari dampak regulasi PP tersebut. P3M dengan aliasinya bahkan meminta pemerintah membatalkan atau merevisi PP tersebut. Jika tidak maka P3M bersama aliansi akan melakukan uji materi (Judicial Review) ke Mahkamah Agung.
“Kami akan mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, untuk berdialog dan mencari solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan kesehatan publik tanpa mengorbankan keberlanjutan ekonomi sektor pertembakuan. P3M dan seluruh jejaring akan terus memantau perkembangan situasi dan siap memberikan kontribusi konstruktif dalam proses revisi dan implementasi PP 28 tahun 2024 demi tercapainya regulasi yang adil, efektif, dan berkelanjutan”, KH Sarmidi Husna, Direktur P3M pada Halaqah Nasional tentang “Dampak Regulasi PP 28 tahun 2024 terhadap Ekosistem Pertembakauan di Indonesia”.
Kiai Sarmidi Husna, panggilan akrabnya, menyebut PP 28 ini berpotensi mematikan ekosistem pertembakauan yang sudah berkontribusi terhadap perekonomian rakyat dan negara Indonesia. Sebelum UU Kesehatan disahkan, P3M telah melaksanakan kajian untuk mengingatkan pembuat kebijakan. Sellain itui P3M juga memfasilitasi masukan-masukan dari berbagai pemangku kepentingan sektor tembakau agar diakomodasi dalam PP tersebut.
“Namun, amat disayangkan Pemerintah tetap nekat mensahkan PP berbagai aturan terkait pasal pengamanan zat adiktif yang akan membumihanguskan salah satu sektor padat karya yang menopang perekonomian nasional,” tutur Sarmidi.
Sarmidi menilai PP ini berpotensi sangat merugikan dan mematikan ekosistem pertembakauan di Indonesia secara terstruktur massif dan sistematis, baik produk tembakau tradisional dan elektronik. “Kami menyadari pentingnya kesehatan masyarakat, namun setiap regulasi harus mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial secara berimbang dan menyeluruh. Kementerian Kesehatan belum terlihat perannya dalam edukasi soal pencegahan rokok anak dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terkait bahaya merokok, malah sibuk mencampuri urusan di luar bidang kesehatan,” tambahnya
Sementara itu, pakar hukum dan perudangan-undangan, Ali Ridho mengatakan setidaknya tujuh putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan tembakau adalah produk legal sehingga bisa diperjualbelikan dengan pembatasan agar tidak dikonsumsi anak di bawah umur.
Menurutnya, PP nomor 28 tahun 2024 ini sebagai bentuk pembangkangan konstitusi (constitutional disobidient), sebab bertentangan dengan putusan-putusan MK terkait. “Dalam putusan MK, produk tembakau tegas disebut sebagai produk legal yang tidak dilarang untuk diproduksi, diperjualbelikan, termasuk dipromosikan dan diiklankan. Produk tembakau meskipun mengandung zat adiktif lainnya seperti morfin, opium, ganja yang penggunaannya dilarang selain untuk kepentingan kesehatan dan tujuan ilmu pengetahuan,” tegas Ali Ridho.
Pasal-pasal Bermasalah
Sedangkan peserta Halaqah menyoroti proses penyusunan PP 28 tahun 2024 yang tidak partisipatif karena tidak melibatkan para pemangku kepentingan yang berpotensi terdampak pemberlakuan peraturan tersebut. Selain itu, banyak pasal-pasal dalam PP tersebut dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu.
Selain itu dalam diskusi juga menyoroti ada sebelas pasal yang sangat mengkhawatirkan. Pasal-pasal tersebut antara lain pasal tentang batas maksimal nikotin dan TAR.
Kemudian pasal terkait larangan penjualan dan kawasan tanpa rokok. Ada juga larangan iklan di media sosial dan pengendalian iklan di situs web dan e-commerce dan pembatasan iklan luar ruang. Selain itu juga pasal larangan memberikan anjuran mengonsumsi tembakau, dan beberapa pasal karet yang bersifat multi-tafsir dan bisa memicu ketegangan dan konflik horisontal antar aparat pemerintah dengan warga masyarakat (ma’alatul af‘al).
Implementasi Yang Sulit
Dalam implementasi dan pengawasannya, PP Nomor 28 tahun 2024 ini sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial horisontal antar aparat pemerintah dengan warga negara. Beberapa pasal yang membingungkan seperti adanya larangan menjual rokok 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Kemudian larangan rokok untuk dipajang di tempat orang lalu-lalang sulit untuk diimplementasikan dan akan membuat banyak pihak bingung saat harus diterapkan. Dalam penerapannya akan menimbulkan multi-tafsir, rawan praktik pungli sehingga memberikan tekanan kepada rakyat, utamanya pedagang kecil yang mendapatkan pemasukan cukup signifikan dari berjualan rokok.