KANALHUKUM.CO. Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran mendapat berbagai tanggapan dari beberapa organisasi pers di tanah air. Salah satunya Dewan Pers yang mempertanyakan urgensi Rancangan RUU tersebut. Menurut Dewan Pers Presiden Joko Widodo sangat menghormati pers dan menilai RUU Penyiaran adalah upaya dalam memberangus kebebasan pers di Indonesia
Menurut Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu adanya Perpres tersebut menunjukkan menghormati karya jurnalistik berkualitas.” Lah kenapa, di draf RUU Penyiaran ini melarang media menyiarkan jurnalistik investigatif. Jurnalistik investigatif itu adalah mahkota dari kerja kerja jurnalistik,”ujarnya.
Ninik menyebut draf RUU Penyiaran untuk saat ini sangat berbahaya untuk demokrasi di Indonesia. Ia mengatakan dalam draf revisi tersebut banyak sekali yang memberatkannya, setidaknya ada tiga pasal yang perlu perhatian, yakni Pasal 48, 58, dan 127. Juga Pasal 8 dan 30.
Selain itu, Ninik menilai RUU Penyiaran adalah upaya dalam memberangus kebebasan pers di Indonesia. “Ini upaya memberangus pers kita dan dinilai akan membahayakan demokrasi, dan semangat reformasi di Indonesia, ketika hak warga negara untuk mengetahui dan berbicara sangat dibelenggu,” jelasnya.
Menurutnya upaya memberangus pers Indonesia bukan kali pertama terjadi di mana hal yang sama dilakukan saat perancangan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Ini bukan pertama kali lo. Coba perhatikan, pada 2017 melalui UU Pemilu, lalu melalui UU Cipta Kerja yang melarang penyiaran pemberitaan. Lalu draf UU penyiaran saat ini. Jadi ini bukan pertama kali upaya untuk meminggirkan peran pers dalam pemberitaan berkualitas,” kata Ninik di Bandung, Kamis.
RUU Penyiaran
Ia pun menemukan kesinambungan upaya-upaya pemberangusan pers melalui draf-draf undang-undang sebelumnya. Hal itu dapat terlihat dari UU Pemilu, UU Cipta Kerja, UU KUHP, dan sekarang draf UU Penyiaran. “KUHP baru kita, hanya diakomodasi satu, padahal ada dua pasal, untuk saat ini ada oknum yang sengaja menurut saya, dari otaknya sudah berfikir untuk mengebiri pers kita,” katanya.
Ninik mengatakan Dewan Pers dan seluruh konstituennya dua hari lalu sudah menyampaikan pandangannya mengenai Draf RUU Penyiaran. Secara tegas Dewan Pers menolaknya. Salah satu alasannya adalah prosesnya memang tidak transparan karena tidak melibatkan Dewan Pers yang berkaitan dengan UU tersebut.
“Pihak yang dihadirkan itu salah satunya tidak melibatkan Dewan Pers, atau konstituen Dewan Pers, insan pers yang terkait dengan jurnalistik. Padahal di dalam draf RUU Penyiaran ini secara langsung mengatur soal produk jurnalistik. Ini artinya soal transparansi menjadi isu yang paling krusial dan perlu dipertanyakan,” katanya.
Ia mencontohkan dalam draf RUU tersebut tidak hanya akan mempengaruhi pers, tapi ada bagian penting, yakni hak warga masyarakat untuk tahu, dan diatur di dalam pasal 18 F dan hak berbicara dan berpendapat yang menjadi modalitas utama Undang-Undang 40 tahu 1999 yang diatur di pasal 28 F.