kanalhukum.co. Buya Yahya menyebut ada tugas besar yang diemban manusia yaitu cinta damai, adil dan nyaman. Untuk ini perlu rambu yang mengatur manusia agar manusia tidak merusak bumi. Aturan itu berupa agama Islam.
“Rambu-rambu itu ilmu fikh, harus ditekuni ilmu ini. Di sisi lain dalam menerapkan fikh diperlukan pemahaman tentang manusia secara utuh. Kalau tidak maka ilmu itu akan mentah.Fikh tidak cukup mengandalkan kepakaran tetapi juga Kolaborasi dengan pakar pakar bidang lainnya. Tidak mungkin kalau tidak paham hakiki manusia karena manusialah yang akan dikenai hukum tersebut” ujar Buya Yahya.
Buya Yahya menambahkan seorang ahli fikih harus mengetahui batas yang tidak boleh ia lampaui. “Jika sudah sampai batasanya, ia harus mempercayakan keputusan hukum kepada pakar disiplin ilmu yang lainnya,” ungkap pria yang meraih pendidikan S1 dan S2 di Universitas Al-Ahgaf, Hadramaut, Yaman ini dalam sambutan pengukuhannya sebagai guru besar kehormatan bidang hukum Islam di Unissula.
Lebih lanjut alumni di Pesantren Darullughoh Wadda’wah (Dalwah) Bangil ini menjelaskan ahli fikih harus mampu berkomunikasi efektif dengan para pakar disiplin ilmu yang lain begitu juga sebaliknya. Menurutnya, dengan komunikasi yang baik, membuat produk hukum yang dihasilkan akan menjadi solusi besar problematika umat.
Ia mencontohkan seorang ahli fikih yang tidak tahu permasalahan bayi tabung harus duduk dan bertanya panjang lebar kepada dokter yang mengerti urusan tersebut. Dan pembahasannya pun tidak hanya seputar bayi tabung dari segi kedokteran saja, akan tetapi ada pembahasan lain yang mengiringi proses pelaksanaan bayi tabung.
Ahli fikih harus mampu berkomunikasi efektif dengan para pakar disiplin ilmu yang lain begitu juga sebaliknya. Menurutnya, dengan komunikasi yang baik, membuat produk hukum yang dihasilkan akan menjadi solusi besar problematika umat.
“Berdasarkan hal tersebut, komunikasi pakar fikih dengan ahli kebidanan dan kandungan akan menghasilkan suatu produk pelestari semesta yang luar biasa. Terwujudnya rumah sakit yang islami dan ditangani oleh pakar medis yang handal dengan melibatkan ahli fikih yang mumpuni,” ungkap pengasuh Pesantren Al Bahjah tersebut.
Pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah menerima gelar profesor kehormatan bidang hukum Islam di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), hari Rabu (19/1/2023). “Hari ini Fakultas Hukum Unissula menambah satu guru besar baru di bidang hukum Islam. Sehingga Fakultas Hukum Unissula saat ini memiliki 13 profesor,” ujar Rektor Unissula Prof Dr Gunarto SH MH dalam sambutanya.
Menurutnya, Buya Yahya merupakan profesor kehormatan ke tujuh Fakultas Hukum Unissula. Adapun enam tokoh nasional lainnya yang mendapat gelar serupa yakni Prof (HC) Dr Anwar Usman, Prof (HC) Dr Dedi Prasetyo, Prof (HC) Dr Edi Slamet Irianto, Prof (HC) Dr Widhi Handoko, Prof (HC) Yeheskiel Minggus Triyanda dan Prof (HC) Dr Maruf Cahyono.
Bernama lengka Yahya Zainul Ma’arif adalah pendiri dan pengasuh embaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Cirebon. Pria kelahiran Blitar 10 Agustus 1973 ini dikenal sebagai ulama, pendakwah dan penulis. Karyanya tidak hanya dalam bahasa Indonesia tetapi juga dalam bahasa Arab.