kanalhukum.co. Belum lama ini Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa sekitar 65% perusahaan Dana Pensiun pelat merah bermasalah. Hal ini mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI).
Menurut Staf Ahli sekaligus mantan Direktur Eksekutif ADPI Bambang Sri Mulyadi, yang menjadi permasalahan kesehatan Dana Pensiun adalah rasio kecukupan dana (RKD) bagi Dana Pensiun dengan Program Manfaat Pasti. Hal itu disebabkan berbagai masalah seperti iuran normal tambahan yang belum diselesaikan oleh pendiri, sehingga investasinya tidak optimal.
“Disamping itu, adanya ketimpangan yang sangat besar antara peserta aktif dengan pensiunan (pensiunan jauh lebih besar dari peserta aktif atau pegawai aktif),” kata Bambang seperti dilansir dari laman Kontan.co.id.
Bambang memandang, dampaknya apabila pendanaan terlambat ke Dana Pensiun maka investasi juga tidak optimal. Menurut Bambang investasi Dana Pensiun tidak ada permasalahan, sesuai regulasi, pemetaan portofolio harus sesuai dengan kebutuhan likuiditasnya.
Ada beberapa Dana Pensiun yang investasi di properti dan penyertaan langsung cukup besar. Return On Investment rata-rata masih cukup baik, di mana rata-rata mencapai 7% secara industri. “Ada beberapa Dana Pensiun investasi yang dikelola oleh Manajer Investasi seperti Reksadana dan KPD, yang Nilai Aktiva Bersihnya di bawah ekpektasi,” jelasnya.
tanggapan lain datang dari staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan, audit dana pensiun ini masih dalam proses. Pada proses ini dicari potensi-potensi fraud atau kecurangan yang terjadi dalam pengelolaannya. Menurutnya proses auditnya bisa selesai pertengahan tahun ini. Sehingga dapat memberikan data secara pasti dari tata kelola dana pensiun BUMN yang bermasalah.
“Mudah-mudahan beres lah (pertengahan tahun). Karena ini kan target setahun ini kan, pembenahannya setahun,” katanya seperti dikutip dari laman liputan6.com.
Namun Arya belum bisa mengungkap berapa besaran dana pensiun (dapen) yang berpotensi mengalami kecurangan. Dia tetap berpegang pada proses audit yang sedang berjalan. “Nanti setelah di audit dilihat, mana yang fraud mana yang enggak, kan gitu. Kan gak bisa dikatakan bahwa, rugi kan belum tentu fraud kan. Kalau dia ada fraud-nya, yaudah pasti di proses,” kata dia.
Tanggapan lainnya disampaikan pengamat Industri Keuangan Non-Bank sekaligus mantan Ketua ADPI Suheri mengatakan upaya yang akan dilakukan Menteri BUMN merupakan langkah yang bagus. Upaya ini lantaran BUMN selaku pendiri dan stakeholder tinggi dan sah-sah saja melakukan audit untuk melihat permasalahannya di mana supaya dapat diperbaiki.
Menurut Suheri, konteks perusahaan dana pensiun yang bermasalah yaitu ada beberapa perusahaan dana pensiun BUMN yang kondisi pendanaannya di bawah 100%. “Akibat pendanaan di bawah 100% itu, maka pendiri harus melakukan topup atau iuran tambahan kalau seandainya rasio pendanaannya di bawah 100%,” kata Suheri.
Suheri menjelaskan, kondisi tersebut kemungkinan yang dianggap kondisi tidak sehat karena kalau pendanaan di bawah 100% berarti kemampuan dana pensiun untuk memenuhi kewajiban sampai seluruh peserta mendapatkan manfaat pensiun itu tidak akan tercukupi. “Karena tidak cukup maka dalam perhitungan diperlukan iuran tambahan dari pendiri, kondisi ini biasanya disebutkan kondisi tidak sehat,” jelasnya.
Intinya, kata Suheri, kondisi pendanaan tidak mencukupi atau kurang dari 100% yang menjadi permasalahan mengapa perusahaan dana pensiun tidak sehat. Suheri menuturkan, jika dilihat dari ketentuan bagaimana dana pensiun mengelola investasi sebetulnya ketentuannya sudah sangat jelas di POJK, di mana hanya boleh dalam instrumen tertentu sekitar 19 kelompok instrumen yang diperkenankan.