kanalhukum.co. Banyak resiko negatif dari kebijakan yang ekspor pasir laut. Untuk itu pemerintah mengkaji ulang izin tersebut. Bila tidak dilakukan akan berdampak pada kerusakan lingkungan.
Hal itu dikemukakan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung. Ia menilai kebijakan ekspor pasir banyak resiko negatifnya. Untuk itu ia meminta pemerintah untuk mengkaji ulang izin tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Menurutnya salah satu yang harus mendapatkan kajian lebih mendalam dari kebijakan tersebut adalah terkait dengan dampak kerusakan lingkungan. Apalagi ada larangan sebelumnya terkait ekspor pasir laut dalam Surat Keputusan (SK) Memperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003. “Kita lihat para pemerhati lingkungan juga sudah bersuara untuk penolakan PP ini. Artinya ini jelas ancaman yang nyata terhadap lingkungan kita,” ujar Martin lewat keterangannya, Minggu (4/6/2023).
Menurutnya ekspor boleh dilakukan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan perundang-undangan. Akan tetapi Martin kemudian mempertanyakan cara pengawasannya. Menurutnya hingga saat ini masih belum jelas dalam hal pengawasan. “Demi keselamatan lingkungan serta yang lainnya, kami minta (Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2023) dikaji ulang,” ujarnya.
Kebutuhan Reklamasi
Sekedar informasi Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023. Isinya tentang dasar hukum pemanfaatan hasil sedimentasi, khususnya pasir laut, dengan mengedepankan keberlanjutan ekologi dan kepentingan negara.
Trenggono menjelaskan, selama ini, kebutuhan reklamasi dalam negeri besar. Sayangnya, pemanfaatan pasir laut masih merusak lingkungan karena pasir yang diambil berasal dari pulau-pulau. Ia menilai, pasir sedimentasi cocok dimanfaatkan untuk kebutuhan reklamasi, termasuk mendukung pembangunan IKN dan infrastruktur dengan mengutamakan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Pemerintah menetapkan peraturan itu dengan tujuan untuk memenuhi reklamasi di dalam negeri.
“Kalau ini didiamkan dan tidak diatur maka bisa jadi (pasir) pulau-pulau diambil, jadi reklamasi dan berakibat pada kerusakan lingkungan. Atas dasar itu terbitlah PP, boleh untuk reklamasi, tapi harus gunakan pasir sedimentasi,” ujar Trenggono dalam konferensi pers pada 31 Mei lalu.